TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan bekas Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno.
Hadinoto adalah tersangka kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C di PT Garuda Indonesia (GIAA) dan kasus dugaan pencucian uang.
Masa penahanan Hadinoto diperpanjang selama 40 hari ke depan terhitung mulai 24 Desember 2020.
Dengan demikian, Hadinoto bakal mendekam di sel tahanannya di Rutan Pomdam Jaya Guntur setidaknya hingga 1 Februari 2020.
"Tim penyidik KPK memperpanjang masa penahanan tersangka HS (Hadinoto Soedigno) selama 40 hari dimulai tanggal 24 Desember 2020 sampai dengan 1 Februari 2021 di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Sabtu (19/12/2020).
Ali mengatakan, perpanjangan masa penahanan ini dilakukan tim penyidik untuk merampungkan berkas penyidikan.
Kasus yang menjerat Hadinoto merupakan pengembangan kasus serupa yang menjerat mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo.
Dalam kasus dugaan suap, Hadinoto diduga menerima suap dari Soetikno Soedarjo senilai 2,3 juta dolar AS dan 477.000 euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Suap itu diberikan lantaran Hadinoto bersama-sama Emirsyah Satar telah membantu Soetikno mendapatkan kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dengan empat pabrikan pesawat, yakni Rolls-Royce, Airbus, ATR dan Bombardier.
Setelah menerima uang suap dari Soetikno, Hadinoto diduga menarik uang yang diterimanya tersebut secara tunai dan mengirimkannya ke sejumlah rekening, termasuk rekening istri dan anaknya serta rekening investasi di Singapura.
Tindakan tersebut diduga dilakukan Hadinoto untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang suap yang diterimanya dari Soetikno untuk menghindari pengawasan otoritas berwenang baik di Singapura maupun Indonesia.
Atas tindakan tersebut, KPK pun menetapkan Hadinoto sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara untuk kasus dugaan pencucian uang, Hadinoto dijerat dengan Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Passal 5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.