News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polri: Kelompok Jamaah Islamiyah Habiskan Uang Rp 300 Juta untuk Kirim Anggota ke Suriah

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Densus 88 Anti Teror Polri berhasil membongkar sasana atau pusat latihan Jaringan Teroris Jamaah Islamiyah (JI) di sejumlah lokasi di Jawa Tengah. Salah satunya terletak di Desa Gintungan, Bandungan, Semarang, Jawa Tengah.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) mengeluarkan dana tidak sedikit untuk mengirimkan anggota ke Suriah.

Total, Jamaah Islamaiyah harus mengeluarkan Rp 300 juta untuk sekali operasi pengiriman anggotanya.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyatakan uang tersebut dikeluarkan untuk pengiriman kader JI berjumlah sekitar 10 hingga 12 orang.

Hal itu diketahui berdasarkan keterangan dari salah satu pelatih JI yang telah tertangkap Joko Priyono alias Karso.

Baca juga: Densus 88 Bongkar Proses Latihan Teroris di Bandungan, Incar Pemuda Cerdas, Dikirim ke Suriah 

"Kami tanya, kalau ke Suriah berapa biaya yang dibutuhkan? sekitar Rp 300 juta untuk berangkat ke Suriah untuk 10-12 orang," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (28/12/2020).

Kata Argo, sumber uang itu didapatkan dari infaq hingga anggota JI yang diperkirakan berjumlah 6.000 orang di seluruh Indonesia.

Baca juga: Pelatihan Militer Kelompok Teroris JI: Lempar Pisau Hingga Cara Merakit Bom

Baca juga: Tak Cuma Rakit Bom, Kelompok Teroris Jamaah Islamiyah juga Dilatih Teknik Bela Diri dan Lempar Pisau

Dia bilang, setiap anggotanya yang telah berpenghasilan diwajibkan membayar iuran suka rela kepada JI pusat.

"Anggotanya yang aktif sekitar 6 ribu, kalau umpama satu orang itu kirim seratus ribu, dikali 6 ribu orang sudah 600 juta. Ini tersangka karso mengilustrasikan seperti itu, tetapi, banyak juga yang mengirim tidak Rp 100 ribu, ada yang Rp 10 juta, Rp 15 juta, Rp 25 juta, bervariasi," jelasnya.

Menurutnya, dana-dana yang diterima tersebut juga tengah diproyeksikan untuk pengiriman anggota JI kembali ke Suriah.

"Tentunya dana yang didapatkan ini digunakan dan dipersiapkan untuk gelombang berikutnya, setiap angkatan mau berangkat, dimintakan infaq ke anggota yang aktif tadi. Jadi ini anggaran atau dana yang disiapkan di setiap kegiatan pelatihan maupun keberangkatan ke Suriah," ujar Argo.

Untuk biaya operasional tempat latihan anggota kata Argo mereka menghabiskan dana hingga Rp 65 juta per bulan. Hal tersebut diketahui berdasarkan keterangan dari salah satu pelatihnya yang telah tertangkap Joko Priyono alias Karso.

"Tentunya menjadi pertanyaan kelompok ini bagaimana pendanaannya, tentunya kemarin kami tanyakan kepada pelatih tersangka Karso ini, setiap bulan itu mengeluarkan biaya sekitar Rp 65 juta," kata Argo.

Densus 88 Anti Teror Polri berhasil membongkar sasana atau pusat latihan Jaringan Teroris Jamaah Islamiyah (JI) di sejumlah lokasi di Jawa Tengah. Salah satunya terletak di Desa Gintungan, Bandungan, Semarang, Jawa Tengah. (Divisi Humas Polri)

Argo mengatakan uang itu digunakan untuk sejumlah peruntukan. Di antaranya membayar pelatih, makan hingga membelikan obat-obatan.

"Rp 65 juta untuk bayar pelatih, makan selama pelatih dan juga ada untuk beli obat obatan," ujarnya.

Lempar Pisau

Argo juga membeberkan model latihan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) yang dibongkar Densus 88 Antiteror di sejumlah lokasi di Jawa Tengah.

Ia menyampaikan penyidik telah melakukan survei langsung ke salah satu sasana atau pusat latihan di sejumlah lokasi di Desa Gintungan, Bandungan, Semarang, Jawa Tengah.

Rumah berbentuk vila itu, kegiatan para anggota JI yang masih muda berlatih setiap harinya. Di antaranya beladiri tangan kosong hingga cara merakit bom.

"Konsep pelatihan yang ada di sana itu adalah pertama beladiri tangan kosong, kedua adalah melempar pisau dan ketiga menggunakan senjata tajam. Bisa dalam bentuk pedang maupun samurai. Juga diberikan pelatihan bagaimana merakit bom dan bagaimana cara untuk penyergapan," kata Argo.

Total, ada 8 pelatih yang memberikan ajaran pelatihan militer jamaah islamiyah di tempat tersebut. Salah satu pelatihnya adalah teroris Joko Priyono alias Karso yang ditunjuk sebagai pelatih oleh Amir atau Pimpinan JI Para Wijayanto.

"Pelatihan ini berlangsung selama 6 bulan. Dan setelah 6 bulan selesai kemudian yang dilatih murid-murid ini siap untuk dikirim ke Suriah dan bergabung dengan organisasi teroris Jabhah Nushrah yang berafiliasi dengan Al-Qaeda untuk melanjutkan apa pelatihan militer di sana," ujarnya.

Selain di Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Mabes Polri juga menemukan lokasi latihan serupa di provinsi yang sama. Argo menuturkan, Densus 88 sudah turun ke lapangan dan melihat lokasi pelatihan tersebut.

“Saya tidak bisa menyebutkan lokasinya di mana, tetapi ada 12 lokasi di Jawa Tengah yang kemarin salah satunya ada di Ungaran,” kata Argo.

“Sudah kita tengok ke sana, sudah kita lihat seperti apa pelatihannya,” ucap Argo. Ia mengatakan, tempat itu seperti rumah atau villa.

Sebelumnya, Densus 88 Polri membongkar sasana atau pusat latihan kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI) dalam sebuah vila berlantai dua di Semarang, Jawa Tengah.

Vila tempat latihan kelompok JI ini ditemukan saat Densus 88 membongkar aktivitas terorisme di Jawa Tengah.
Sekelompok anak muda ini dilatih menguasai bela diri dan persenjataan untuk menjalani simulasi penyerangan orang yang dianggap very very important person (VVIP).

Dipertanyakan

Terpisah, Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas angkat bicara terkait pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri yang mengatakan bahwa kelompok jaringan jamaah islamiyah (JI) mengincar anak cerdas dari Pondok Pesantren dengan ranking 1 hingga 10.

Ia pun mempertanyakan, tujuan dan maksud pernyataan tersebut. Menurutnya, data di Kementerian Agama menunjukkan bahwa jumlah Pesantren di Indonesia ini 26.973 buah. Berarti jumlah anak santri yang diincar sebanyak 260.973 anak didik.

"Saya tidak mengerti dengan maksud dari pernyataan itu. Dan ketidakmengertian saya semakin bertambah-tambah kalau saya kaitkan dengan jumlah pesantren di Indonesia. Pertanyaan saya sudah berapa orang yang dapat oleh mereka (JI)," ujar dia.

Meski demikian, masalah terkait anak muda dan terorisme bukanlah hal yang sepele.Untuk itu, ia meminta kepolisian RI secara rinci, jelas, serta terbuka dalam menyampaikan informasi agar tidak berdampak buruk pada nama baik pesantren.

Jika tidak, akan timbul kekhawatiran yang membuat masyarakat dan orang tua murid menjadi takut memasukkan anaknya ke pesantren.

"Saran saya pihak kepolisian agar di dalam menyampaikan sesuatu kepada masyarakat jangan membuat masyarakat menjadi bingung dan takut serta merugikan nama baik dari institusi pesantren secara keseluruhan," jelas Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan ini.

Lebih jauh ia berharap, agar kepolisian tidak hanya sibuk sibuk mencari data tentang teroris dan mencari asal muasal sekolah.

Tetapi juga koruptor, yang tidak kalah merusaknya dari para teroris tersebut. Anwar pun mengusulkan kepada pihak kepolisian juga mempelajari lembaga pendidikan dimana para koruptor bersekolah.

"Apakah di pesantren atau di sekolah umum termasuk di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah sendiri?. Jangan-jangan datanya menunjukkan bahwa sebagian besar para koruptor tersebut adalah lulusan perguruan tinggi negeri . Dan kalau itu yang terjadi apa yang akan dilakukan oleh pemerintah ? Apakah akan menutup perguruan tinggi negeri tersebut atau menghentikan pemberiaan pembiayaan terhadapnya, atau ada cara lain," ujarnya.(Tribun Network/igm/rin/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini