"Menurut saya tidak," ungkapnya.
"Bahwa mereka cenderung garis keras, iya. Tangkap kalau mereka melakukan kesalahan maupun melanggar hukum," tegas Cak Sholeh.
Menurut Sholeh, menghukum pimpinan dan anggota yang bersalah lebih memiliki nilai edukasi terhadap FPI.
"Supaya FPI menjadi organisasi moderat dan tidak suka main hakim sendiri," ujar Cak Sholeh.
Seluruh Kegiatan FPI Kini Dilarang
Sebelumnya diketahui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengumumkan penghentian segala kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
Hal itu diungkapkan Mahfud MD dalam konferensi pers, Rabu (30/12/2020).
"Bahwa FPI sejak 21 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas, tetapi sebagai organisasi, FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang melanggar hukum," ungkap Mahfud MD dikutip dari Kompas TV.
"Seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi, dan sebagainya," ungkapnya.
Baca juga: Buntut Datangi Markas FPI di Petamburan, Staf Kedubes Jerman Dicekal, Tak Boleh Lagi ke Indonesia
Mahfud MD menyebut berdasar peraturan perundang-undangan dan sesuai putusan MK, tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan FPI.
"Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik ormas maupun organisasi biasa," ujarnya.
"Kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI, dianggap tidak ada dan harus ditolak, terhitung hari ini," tegas Mahfud.
Penghentian kegiatan FPI disebut Mahfud MD tertuang dalam Surat Keputusan Bersama enam pimpinan tertinggi kementerian dan lembaga.
Yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT.
Adapun dalam konferensi pers tersebut, Mahfud MD didampingi Mendagri Tito Karnavian, Kepala BIN Budi Gunawan, Menkumham Yassona Laoly, dan Menkominfo Jhonny G Plate.
Kemudian Jaksa Agung Burhanudin, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Idam Azis, Kepala KSP Moeldoko, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar, dan Kepala PPATK Dian Ediana.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)