Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwal ulang pemanggilan terhadap Direktur Utama PT Hakaaston, Dindin Solakhudin.
Dindin sedianya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait dengan perizinan proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda di Kota Cimahi Tahun Anggaran 2018-2020 pada Senin (4/1/2021).
Petinggi anak usaha PT Hutama Karya itu dijadwalkan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna.
Baca juga: Pemakaman Covid-19 di Cimahi Tinggal 30 Lubang, Bulan Ini Diperkirakan Penuh
"Yang bersangkutan konfirmasi tidak bisa hadir karena sedang sakit sehingga pemeriksaan akan dijadwalkan ulang," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Senin (4/1/2021).
Dalam kasus ini, Ajay Muhammad Priatna selaku Wali Kota Cimahi diduga telah menerima suap sebesar Rp1,66 miliar dari Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan dalam lima kali tahapan dari kesepakatan suap sebesar Rp3,2 miliar.
Baca juga: Edhy Prabowo Akui Tak Kenal Deden Deni, Saksi Kunci Suap Ekspor Benur yang Meninggal Dunia
Suap itu diduga diberikan Hutama kepada Ajay untuk memuluskan perizinan proyek pembangunan gedung tambahan RSU Kasih Bunda dengan mengajukan revisi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cimahi.
Suap sebesar Rp3,2 miliar yang disepakati Ajay dan Hutama merupakan 10% dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) pembangunan gedung tambahan RSU Kasih Bunda.
Baca juga: Ini Pernyataan RS Dustira Cimahi Tempat Aa Gym Jalani Swab Test Hingga Dinyatakan Positif
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Ajay yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Hutama Yonathan yang diduga menjadi pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.