Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor.
Satu di antaranya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACKĀ menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo, seperti untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, Amerika Serikat.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. S
elain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.
Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.
KPK juga telah menyita 5 mobil, uang senilai Rp16 miliar, serta 9 sepeda.