TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM akhirnya menyampaikan hasil investigasi mereka terkait kasus baku tembak antara pengawal Muhammad Rizieq Shihab (MRS) dengan polisi di Karawang, Jawa Barat, awal Desember 2020.
Dari hasil investigasi selama sebulan, Komnas HAM menemukan fakta bahwa ternyata memang ada peristiwa baku tembak antara polisi dengan laskar Front Pembela Islam (FPI) pengawal Rizieq.
"Terjadi kejar mengejar, saling serempet, saling serang, dan kontak tembak antara FPI dan petugas, terutama di Jalan Internasional Karawang Barat hingga KM 49 berakhir KM 50," kata Ketua Tim Investigasi Komnas HAM, Choirul Anam saat konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (8/1/2021).
Anam mengatakan, laskar FPI diduga menggunakan senjata api rakitan saat baku tembak di jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 7 Desember 2020 itu.
Tim dari lembaganya sudah turun langsung ke lapangan menginvestigasi insiden tewasnya anggota laskar FPI.
Dari penelusuran itu, tim Komnas HAM menemukan beberapa barang bukti seperti selongsong peluru dan pecahan bagian mobil.
Baca juga: Temuan Komnas HAM: Polisi Lakukan Kekerasan Terhadap 4 Laskar FPI yang Sempat Diamankan
Dari hasil uji balistik terhadap proyektil dan selongsong peluru yang berhasil ditemukan Komnas HAM, ditemukan 2 proyektil peluru yang identik dengan 2 senjata diduga punya FPI.
"Ada 7 proyektil yang kami temukan. 5 barang bukti bagian dari proyektil. Dari 5 itu, 2 buah identik dengan senjata nonrakitan. 1 identik dengan gagang cokelat, satu tidak identik dengan senjata gagang cokelat maupun gagang putih. Sisanya 3 buah tidak bisa diidentifikasi karena proses perubahan terlalu besar," kata Anam.
Kemudian, ada 4 selongsong peluru yang ditemukan Komnas HAM yang juga diuji balistik. Hasilnya 3 identik dengan milik polisi.
"4 barang bukti bagian dari selongsong dinyatakan 1 bukan bagian selongsong. 3 selongsong identik dengan petugas kepolisian," tambah dia.
Uji balistik dilakukan di Labfor Polri didampingi tim dari PT Pindad dan sejumlah LSM dan NGO yang terkait dengan hukum dan keamanan.
Uji balistik dilakukan pada 30 Desember 2020 pukul 10.00 WIB sampai 31 Desember 2020 pukul 02.30 WIB.
"Dalam proses ini semua sangat terbuka melibatkan masyarakat sipil, ahli, termasuk juga punya kesempatan menembakkan salah satu senjata tersebut," ucap dia.
Komnas HAM pun merekomendasikan agar dugaan kepemilikan senjata api laskar FPI tersebut diusut.
FPI sendiri sebelumnya bersikeras bahwa laskar FPI dan pengawal Rizieq tidak punya atau tidak dibekali dengan senjata apa pun. Terlebih senjata api.
"Fitnah besar kalau laskar kita disebut membawa senjata api dan tembak-menembak. Fitnah itu," ucap eks Sekretaris Umum FPI, Munarman.
Munarman menuturkan bahwa Laskar tak pernah dibekali dengan senjata tajam karena mereka terbiasanya menggunakan tangan kosong untuk menyelesaikan masalah yang mengancam keselamatan.
Kala itu, Munarman menuding bahwa keterangan polisi terkait senjata yang dikuasai anggota FPI adalah upaya memutarbalikkan fakta.
Baca juga: Temuan Komnas HAM: Polisi Lakukan Kekerasan Terhadap 4 Laskar FPI yang Sempat Diamankan
Selain temuan senjata yang diduga milik FPI, Komnas HAM juga menemukan fakta bahwa peristiwa baku tembak yang menewaskan 6 laskar FPI itu berawal dari pengintaian yang dilakukan polisi terhadap Rizieq.
"Bahwa benar pihak Polda Metro Jaya melakukan pengerahan petugas untuk melakukan pembuntutan terhadap MRS sebagai bagian dari proses penyelidikan terkait kasus pelanggaran Protokol Kesehatan," kata Anam.
Anam mengatakan pembuntutan itu bagian dari penugasan berdasarkan surat tugas terhadap sejumlah anggota Direskrimum Polda Metro Jaya tertanggal 05 Desember 2020.
Pembuntutan itu yang kemudian berujung bentrok di Tol Cikampek yang menewaskan 6 laskar FPI.
"Mobil rombongan MRS dibuntuti sejak ke luar gerbang komplek perumahan (The Nature Mutiara Sentul), masuk ke Gerbang Tol Sentul Utara 2 hingga Tol Cikampek dan keluar pintu Tol Karawang Timur," kata Anam.
Sepanjang jalur pembuntutan itu disebut bahwa pergerakan iringan mobil masih normal.
"Meskipun saksi FPI mengatakan adanya manuver masuk ke rombongan, versi polisi mengaku hanya sesekali maju mendekat dari jalur kiri tol untuk memastikan bahwa target pembuntutan berada dalam iring-iringan mobil rombongan," kata Anam.
Anam mengatakan, selama pembuntutan itu 2 mobil pengawal Rizieq sempat berhasil menahan laju mobil polisi yang menguntit mereka.
Hal itu dilakukan untuk memberi jalan kepada rombongan utama Habib Rizieq melaju lebih dulu.
Kedua mobil FPI itu berhasil membuat jarak dengan mobil polisi.
Sayangnya, jarak itu tidak dipakai untuk kabur, tapi mereka sengaja menunggu.
"Masuk Karawang Timur 6 mobil melaju lebih dulu meninggalkan 2 mobil pengawal lain. 2 ditinggal mobil Avanza silver dan laskar sus mobil Spin, agar penguntit tidak mendekati HRS dan rombongan," kata Anam.
"Kedua mobil FPI berhasil membuat jarak dengan penguntit, memiliki kesempatan kabur, tapi ambil tindakan menunggu. Akhirnya bertemu kembali dengan 2 mobil petugas," tambah dia.
Baca juga: Kapolri Bentuk Tim Khusus Tindaklanjuti Temuan Komnas HAM Soal Penembakan 4 Laskar FPI
Komnas HAM sempat menunjukkan foto hasil tangkapan layar CCTV di seberang hotel Swissbell Karawang. Dari situ terlihat mobil Spin tengah berhenti.
Selain itu, Komnas HAM juga menunjukkan rekaman suara yang menunjukkan pengawal Rizieq sengaja menunggu mobil polisi. Pengawal menyebut polisi dengan sebutan Kardun.
"Jadi setelah kami kroscek voice note, terus melihat titik-titik di lapangan terus juga melihat linimasa, salah satu temuannya di samping eskalasi adalah terdapat kesempatan menjauh dari mobil petugas, namun malah mengambil kesempatan untuk menunggu mobil petugas tersebut," jelas Anam.
Selanjutnya, Komnas HAM juga memeriksa video capture Smart CCTV yang dilakukan secara manual dengan membandingkan satu titik dengan titik yang lain.
Komnas HAM membandingkan dengan linimasa, jejak digital dengan voice note untuk menentukan dimana kiranya situasinya.
Termasuk mengecek beberapa pelat nomor ke Samsat DKI, Jabar dan Banten.
"Kami cek semua itu jadi karena ada afiliasi tersebut kami cek samsatnya hasilnya antara lain di dalam perjalanan memang terdapat mobil FPI menuju dan keluar di tol Karawang Timur. Berikutnya dalam tangkapan video tersebut terdapat mobil yang konstan melaju dan tidak terlihat gesekan ini di dalam," kata Anam.
Peristiwa ini berulang kali disebutkan sepanjang konferensi pers.
Anam menilai, bagian ini merupakan salah satu yang penting dalam rangkaian peristiwa baku tembak polisi dengan pengawal Rizieq.
"Kalau enggak ada proses menunggu peristiwa KM 50 enggak akan terjadi. Kalau itu tidak ditunggu, enggak akan terjadi," ucap dia.
Puncak ketegangan terjadi saat iringan mobil masuk gerbang tol Karawang Barat.
Di jalur itu terjadi kejar mengejar, saling serempet dan seruduk antara mobil laskar FPI dan polisi.
Baca juga: Soal Temuan Komnas HAM, Polri Bakal Usut Dugaan Kepemilikan Senjata Api Laskar FPI
Insiden itu berujung saling serang dan kontak tembak antara mobil Laskar Khusus FPI dengan mobil Petugas.
"Terutama sepanjang jalan Internasional Karawang Barat, diduga hingga sampai KM 49 dan berakhir di KM 50 Tol Jakarta Cikampek. Bahwa di KM 50 Tol Cikampek, 2 (dua) orang anggota Laksus ditemukan dalam kondisi meninggal, sedangkan 4 (empat) lainnya masih hidup dan dibawa dalam keadaan hidup oleh petugas kepolisian," imbuh Anam.
Empat laskar yang masih hidup kemudian ditembak mati di dalam mobil petugas saat dalam perjalanan dari KM 50 ke atas (menuju Polda Metro Jaya).
Alasan polisi, keempatnya melakukan perlawanan.
Pelanggaran HAM
Terkait penembakan terhadap pengawal Rizieq itu, Komnas HAM menilai ada bagian peristiwa yang merupakan bagian dari pelanggaran HAM.
Anam mengatakan, tewasnya 6 pengawal Rizieq dibagi menjadi 2 peristiwa.
Kejadian pertama, berakibat pada 2 pengawal Rizieq yang tewas.
"Pertama insiden di sepanjang Jalan Internasional sampai pintu tol Karawang Barat sampai KM 49 yang menewaskan 2 laskar merupakan peristiwa saling serempet antar mobil dan saling serang antar petugas dan laskar dengan senjata api," kata Anam.
Lalu, kejadian kedua dimulai dari rest area KM 50.
Saat itu masih ada 4 pengawal Habib Rizieq yang hidup lalu dibawa polisi ke dalam satu mobil polisi tanpa diborgol.
Mereka lalu dibawa menuju ke Polda Metro Jaya.
Tapi di dalam perjalanan, 4 pengawal Rizieq mendapat tindakan tegas terukur dari polisi setelah pengawal disebut menyerang polisi.
"KM 50 terdapat 4 masih hidup di dalam penguasaan petugas negara pada akhirnya meninggal. Ini bagian dari pelanggaran HAM," kata Anam. "Catatan. Penembakan sekaligus 4 orang dalam satu waktu tanpa menghindari adanya korban lebih banyak mengindikasikan unlawfull killing," ucap Anam.
Atas temuan itu, Komnas HAM merekomendasikan agar kasus tewasnya empat anggota laskar FPI di tangan polisi itu diusut melalui mekanisme pengadilan pidana.
"Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan," ujar Anam.
Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan agar penegak hukum mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang berada di mobil Avanza hitam bernomor polisi B1739 PWQ dan Avanza silver B 1278 KJD.
Rekomendasi berikutnya yaitu mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh laskar FPI.
Serta meminta proses penegakan hukum yang akuntabel, objektif dan transparan sesuai dengan standar HAM.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan hasil penyelidikan itu akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo seperti saat pihaknya menyelidiki kasus penambakan di Intan Jaya, Papua.
"Kasus (penembakan) Intan Jaya, kami sampaikan pada Presiden, ini pun akan kami sampaikan pada Presiden," kata Taufan pada kesempatan yang sama.
Dia berkata, hasil penyelidikan ini harus diserahkan ke Jokowi karena ada beberapa hal yang harus ditindaklanjuti.
Tanggapan Polisi
Terkait hasil investigasi Komnas HAM itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, Polri menghargai investigasi tersebut.
"Tentunya yang pertama Polri menghargai hasil investigasi dan rekomendasi dan komnas HAM," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/1/2021).
Namun begitu, pihaknya masih menunggu surat resmi dari Komnas HAM mengenai hasil investigasinya tersebut kepada Polri.
Argo mengatakan, Polri akan mengkaji ulang hasil investigasi yang dilakukan Komnas HAM.
"Kedua, Polri masih menunggu surat resmi yang nanti dikirim ke Polri. Tentunya akan kita pelajari rekomendasi maupun surat itu yang masuk ke Polri," jelas Argo.
Selanjutnya, imbuh Argo, Polri melakukan penyidikan terkait kasus bentrokan FPI-Polri selalu berlandaskan hukum.
Nantinya, hal itu akan dibuktikan di persidangan.
"Penyidik maupun Polri dalam melakukan suatu kegiatan penyidikan suatu tindak pidana tentunya berdasarkan keterangan saksi keterangan tersangka barang bukti maupun petunjuk. Tentunya nanti semuanya harus dibuktikan di sidang pengadilan," ujarnya. (tribun network/git/igm/dod)