News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Analisis Data soal Dugaan Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh

Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pesawat Sriwijaya Air -

Terjun bebas saat mesin belum mati

Si burung besi yang berusia 26 tahun ini tercatat terjun bebas dari puncak ketinggian 3.322 mdpl hingga 76 mdpl sebelum akhirnya hilang kontak.

Pada saat menyentuh air, diduga mesin pesawat belum mati sehingga masih mengirimkan data koordinat, ketinggian, dan kecepatan.

Data radar (ADS-B) yang diperoleh KNKT dari Airnav Indonesia juga menunjukkan demikian.

"Dari data ini kami menduga bahwa mesin masih dalam kondisi hidup sebelum pesawat membentur air," merujuk rilis Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono.

Baca juga: Jenazah Co-Pilot Fadly Satrianto, Korban Sriwijaya Air SJ-182 Diserahkan ke Pihak Keluarga

Seberapa cepat pesawat terjun bebas?

Menilik data Flightradar24, kecepatan vertikal (vertical speed) pesawat puncaknya hingga -30.000 kaki per menit (fpm).

Angka minus dalam data tersebut, menunjukkan pesawat terjun bebas.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan KSAL Laksamana TNI Yudo Margono saat menunjukkan Flight Data Recorder (FDR) pesawat Sriwijaya Air PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ-18 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). FDR Sriwijaya Air SJ 182 yang ditemukan oleh penyelam TNI AL di perairan Kepulauan Seribu selanjutnya akan dibawa KNKT untuk dilakukan pemeriksaan.  (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Saat terjadi puncak kecepatan vertikal, pesawat berada di ketinggian 8.125 kaki atau sekitar 2.476 mdpl, pada pukul 14.40 WIB.

Secara matematis, dengan kecepatan tersebut, dia hanya membutuhkan 16 detik untuk menyentuh air.

Tapi, kenyataannya, baru 11 detik dia sudah hampir jatuh ke laut, berada di ketinggian 76 mdpl.

"Kalau misal sampai secepat itu, mestinya dia terjun bebas ke bawah dengan tenaga. Kalau mesin mati, dia tidak bisa turun secepat itu," kata Gerry.

Yang perlu dicermati dari data tersebut, pesawat sempat mengirimkan data radar dengan kecepatan vertikal bernilai positif, 20.000 fpm, setelah terjun bebas.

Nilai positif bisa diartikan posisi pesawat menanjak. Tapi, dalam konteks pesawat PK-CLC, belum tentu pesawat sempat menanjak setelah terjun bebas.

"Vertical speed itu penghitungan berbagai variabel yang dikirim pesawat. Kalau setelah jatuh itu ada nilai positif 20 ribu, itu sudah melebihi batas kemampuan alat itu memberikan angka yang akurat, sehingga tidak mungkin climbing (naik)," kata Gerry.

"Dugaannya, ada serpihan pesawat yang mental (dan mengirimkan data). Tapi masa sampai kecepatan 20 ribu? Itu yang harus diteliti," imbuh Gerry.

Kejadian serpihan pesawat yang terpental kemudian mengirim data pernah dialami Air France 447 yang melayani rute Rio de Janeiro, Brasil menuju Paris, Perancis pada 2009 silam.

"Saat dia jatuh kena air, dia masih mengirim data Cabin Pressurization (tekanan udara di kabin). Kondisi pesawat saat itu sudah terbelah, listrik putus, tapi alat belum mati karena antena belum kehabisan listrik. Pas dicek dengan FDR (data penerbangan), dia sudah pecah pada saat mengirim data," kata Gery.

Rekam jejak penerbangan

Terlepas dari berbagai anomali, menurut Gerry, temuan ini hanya berupa dugaan dari data.

Seluruh dugaan ini perlu diteliti mendalam dengan data rekam penerbangan yang dimiliki pesawat, FDR.

Lantas, bagaimana rekam jejak penerbangan si pesawat?

Pesawat ini dikandangkan selama sembilan bulan, sejak 23 Maret 2020 hingga 18 Desember 2020.

Sejak mulai beroperasi setelah absen beroperasi, pesawat ini telah melakukan perjalanan selama 144 jam 20 menit selama sebulan terakhir.

Dari data Flightradar24, sejak 23 Oktober 2020 hingga 18 Desember, mesin pesawat sempat dipanaskan selama 10 kali; empat kali di bengkel Merpati Maintenance Facility di Bandara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, dan enam kali diterbangkan di sekitar bengkel hingga Jalan Raya Juanda.

Baca juga: Jasad Mia Tresetyani Wadu Teridentifikasi, Pihak Sriwijaya Air: Pramugari Terbaik

Sehari sebelum penerbangan komersial pertama dilakukan setelah dikandangkan, pesawat ini sempat terbang rendah pada ketinggian 60 meter, pada 18 Desember 2020 sekitar pukul 18.00 WIB.

Seuasana ditunjukannya Flight Data Recorder (FDR) pesawat Sriwijaya Air PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ-18 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). FDR Sriwijaya Air SJ 182 yang ditemukan oleh penyelam TNI AL di perairan Kepulauan Seribu selanjutnya akan dibawa KNKT untuk dilakukan pemeriksaan.  (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Penerbangan pertama setelah lama absen beroperasi adalah pada 19 Desember, dari Surabaya menuju Jakarta, menempuh perjalanan selama 1 jam 9 menit.

Keesokan harinya, pada Desember 2020, pesawat ini mulai sibuk terbang melayani enam rute: Jakarta-Pontianak-Jakarta-Pangkal Pinang-Jakarta-Yogyakarta-Jakarta.

Selama sebulan terakhir, pesawat ini melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak sebanyak 9 kali dan Pontianak ke Jakarta sebanyak 11 kali.

'Pesawat laik terbang'

Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Jauwena dan Kementerian Perhubungan melalui rilis resmi menjelaskan pesawat jenis Boeing 737-599 itu disebut laik terbang dan memiliki Seritifkat Kelaikudaraan atau Certificate of Airworthiness yang diterbitkan pada 17 Desember 2021.

Jefferson juga menjelaskan Sriwijaya Air telah menjalani audit keamanan dan keselamatan yang diselenggarakan oleh BARS (Basic Aviation Risk Standard) yang independen serta berlaku secara internasional sejak bulan Maret 2020.

Audit yang dilakukan BARS meliputi keselamatan, kualitas sistem manajemen, manual operasi, lisensi dan data pelatihan awak penerbangan serta pengawasan terhadap pesawat dan suku cadang.

Terkait dengan temuan perubahan jalur dan dugaan disorientasi, BBC sudah berusaha menghubungi Sriwijaya melalui telepon seluler atau surat elektronik.

Namun, permohonan wawancara BBC yang ditujukan kepada Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Jauwena, Senior Corporate Communication Theodora Erika dan Vice President Corporate Secretary Air Adi Wili, untuk menanggapi temuan tersebut tidak direspons, baik melalui pesan aplikasi antar-platform Whatsapp ataupun surat elektronik.

Sementara itu, dalam rilis yang diterima BBC, Jefferson menyebutkan harapannya agar proses investigasi yang dilakukan KNKT segera diungkap, dan menjadi panduan dunia aviasi ke depannya, sehingga bisa menghentikan seluruh spekulasi yang beredar di masyarakat.

Pada Selasa, tim gabungan telah menemukan FDR dari pesawat PK-CLC di perairan Laut Jawa dan masih terus mencari Cockpit Voice Recorder (CVR).

Baca juga: KSAL Ungkap Obrolannya dengan Penyelam TNI AL yang Ikut Operasi SAR Sriwijaya Air 182

Dua benda ini yang akan dijadikan sumber analisis penyebab kecelakaan.

"Data-data yang beredar (luas di media sosial) harus divalidasi, harus dicek sumber dan kebenarannya. Data yang beredar belum divalidasi. KNKT hanya akan memberikan pernyataan berdasarkan hasil pemeriksaan Black Box," kata Soerjanto dalam rilis yang diterima BBC.

Dalam waktu 30 hari, KNKT akan memberikan laporan awal investigasi.

Dalam laporan, tim akan mengungkap penyebabnya jatuh, sumber masalah, dan pemeliharaan pesawat.

Persiapan terbang saat pandemi

Pandemi berdampak pada industri aviasi, termasuk pesawat dikandangkan dan sejumlah kru penerbangan tidak terbang.

Selama pandemi, federasi penerbangan IATA telah mengimbau maskapai penerbangan untuk mengidentifikasi risiko dan mengecek pesawat yang akan kembali beroperasi setelah lama dikandangkan.

Beberapa risiko yang muncul di antaranya bisa dari beragam faktor misal kondisi pesawat, bandara, dan faktor manusia mulai dari pilot hingga kru penerbangan.

Pramugari mengenakan masker di maskapai penerbangan China. (RT.com)

Dalam bagan analisis risiko penerbangaan saat pandemi yang dibuat oleh IATA, masalah faktor manusia juga menjadi pertimbangan, seperti kelelahan, kehilangan konsentrasi, stres, dan lemas.

Selain itu, potensi untuk berkurangnya keahlian, keterampilan soal keselamatan, dan kepercayaan diri saat penerbangan selama masa pandemi juga bisa terjadi.

Baca juga: Sejumlah Tim Evakuasi Sriwijaya Air Reaktif Covid-19, Basarnas Pastikan Petugas di Lapangan Sehat

Terlebih, jika beban kerja berlebihan menghantui.

Mitigasi yang dapat dilakukan di antaranya dengan memberikan pelayanan dukungan mental serta memberikan pengarahan dan komunikasi rutin kepada awak kabin dan kru pesawat yang akan bertugas terkait prosedur penerbangan.

Selain itu, maskapai juga diminta untuk memberikan pelatihan kepada para pimpinan untuk menerapkan pendekatan berbasis empati untuk mengelola tim dan performa selama pandemi.

RALAT: Artikel ini telah diubah pada Minggu (17/1/2021) pukul 09.34 WIB dari judul sebelumnya '"Analisis Data Dugaan Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh: Upaya Pindah Jalur, Pesawat Oleng dan Mesin Hidup". Kami menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Gerry Soejatman dan BBC Indonesia atas kekeliruan saduran. (Redaksi)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sriwijaya Air PK-CLC Diduga Hendak Berpindah Jalur dan Disorientasi"

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini