Ketua DPP PKS Netty Prasetiyani meyakini kerusakan lingkungan akibat penambangan menjadi penyebab banjir yang tak kunjung surut di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Dia meminta pemerintah tak lepas tangan begitu saja.
"Pemerintah jangan jadikan intensitas curah hujan sebagai kambing hitam. Penyebab utamanya adalah kerusakan lingkungan di hulu akibat lubang galian penambangan dan alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit. Oleh sebab itu, pemerintah jangan lepas tangan, karena persoalannya berawal dari kewenangan pemberian izin galian dan alih fungsi lahan," kata Netty dalam keterangannya, Jumat (22/1/2021).
Netty menjelaskan, berdasarkan laporan LAPAN alih fungsi lahan terjadi secara signifikan selama 10 tahun terakhir sejak 2010-2020.
Luas hutan primer berkurang 13 ribu hektare, hutan sekunder 116 ribu hektare, sawah 146 ribu hektare, dan semak belukar 47 hektare.
Sedangkan lahan perkebunan bertambah 219 ribu hektare dengan 650 hektare-nya berada si Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.
"Bagaimana tidak banjir jika daerah serapan air makin berkurang karena alih fungsi lahan yang begitu masif tanpa mempertimbangkan keseimbangan alam. Setiap yang kita ambil dari alam, pasti alam akan meminta kembali dalam bentuk lain," ujarnya.
Menurut Netty, data yang dihimpun Walhi di Kalsel dari 3,7 juta ha, hampir 50 persen sudah menjadi peruntukan izin tambang dan sawit.
"Bahkan, sampai tahun 2020 ada 814 lubang tambang di Kalsel baik masih aktif maupun sudah ditinggal tanpa reklamasi. Temuan ini saya yakin sudah jamak diketahui pemerintah tapi nihil eksekusi," ucapnya.
Netty meminta pemerintah melakukan evaluasi proses perizinan galian tambang dan perkebunan sawit secara menyeluruh di Kalimantan Selatan dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan.
"Lakukan evaluasi sebagai langkah antisipatif. Jangan menunggu bencana, baru ketar-ketir melakukan evaluasi. Pastikan setiap perizinan usaha telah melakukan analisis dampak lingkungan dan pertimbangan lain yang harus dipenuhi," pungkas Netty.
5. Walhi
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyoroti musibah banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan.
Koordinator Kampanye Walhi, Edo Rakhman, mengatakan, bencana banjir yang merendam puluhan ribu rumah di Kalimantan Selatan itu bukan semata-mata karena curah hujan yang tinggi.
"Bukan semata-mata karena curah hujan yang tinggi, tapi ada faktor lain yang mempengaruhi juga sampai banjir ini bisa sampai besar," kata Edo saat berbicara di acara Mata Najwa, Rabu (20/1/2021).
Pihaknya menyoroti adanya lahan di wilayah Kalimantan yang kini sudah banyak digunakan untuk kepentingan tertentu.
Menurutnya, faktor tersebut juga memberi pengaruh yang cukup besar terkait bencana banjir itu.
"Jadi hasil pengamatan teman-teman Walhi Kalimantan Selatan, bahwa hampir setengah daratan dari Kalimanatan saat ini sudah ada intervensi aktivitas ekstraktif di sana," kata Edo.
"Yang tentu juga menurut kami ini memberi pengaruh faktor cukup besar sehingga kemudian banjir yang terjadi ini sangat luar biasa," sambungnya.
Menurutnya, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap izin-izin penggunaan lahan disana.
"Saya kira itu langkah yang memang harus dilakukan hari ini, kalau kemudian bahwa fakta banjir hari ini sangat erat kaitannya juga dengan menurunnya kondisi ekosistem kawasan hutan,” kata dia.
Izin yang telah dikeluarkan itu harus dicek apakah memberi dampak terhadap penurnan daya dukung dan daya ekosistem serta.
Baca juga: 3 Kapal TNI AD Angkut 74 Ton Beras Hingga RS Lapangan untuk Bantu Korban Bencana Kalsel dan Sulbar
Baca juga: Menko PMK Minta Pengungsi Banjir Kalsel Jalani Tes Cepat Covid-19
Selain itu, kewajiban-kewajiban bagi penerima izin juga harus dicek pula, apakah masih ada hal yang belum dijalankan.
"Izin-izin yang kemudian sudah dikeluarkan kenapa penting dievaluasi? Karena pertama, itu memberikan dampak terhadap penurunan daya dukung, daya ekosistem,” kata Edo.
“Nah yang kedua, apakah kemudian keberadaan-keberadaan ini, itu yang betul-betul dijalankan dengan benar atau kemudian ada hal-hal lain yang mengarah ke pelanggaran, misalnya seperti itu,” imbuhnya.
Lebih lanjut, selain evaluasi izin, penegakan hukum yang tepat juga mesti dilakukan bagi pelanggar izin itu.
"Selain evaluasi, penegakan hukum pun memang harus dilakukan,” jelasnya.
6. Walhi Minta Jokowi Panggil Pengusaha Tambang
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penyebab banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Januari 2021 ini.
Adapun, kritikan itu datang kala Presiden Jokowi mengunjungi korban banjir di Kalimantan Selatan pada Senin (18/1/2021) kemarin.
Kisworo menuturkan, seharusnya Jokowi memanggil pemilik perusahaan yang dinilai telah merusak lingkungan Kalsel.
Pasalnya, menurut catatan Walhi, 50 persen dari lahan di Kalsel telah beralih fungsi menjadi tambang batu bara dan perkebunan sawit.
Rinciannya, terdapat lahan tambang sebanyak 33 persen dan kelapa sawit 17 persen.
Baca juga: Gunakan Helikopter, Wakapolda Kalsel Sambangi Lokasi Banjir Terisolir
Baca juga: Brimob Polda Kalsel Turun Tangan Bantu Evakuasi Korban dan Barang Terdampak Banjir
Oleh karena itu, ia mengaku tidak kaget jika bencana banjir terjadi saat ini dan terparah dari tahun-tahun sebelumnya.
"Padahal, sudah sering saya atau Walhi Kalsel ingatkan."
"Kalsel dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis," ujar Kisworo, pada Selasa (19/1/2021), dikutip dari Kompas.com.
Menurut catatan Walhi, banjir kali ini menjadi yang terbesar dan terluas sejak 2006.
Memang ia membenarkan, bencana banjir sejatinya sudah menjadi bencana yang berulang di Kalimantan Selatan.
Misalnya pada 2006 lalu, banjir besar pernah melanda Kalsel.
Tetapi, banjir tersebut tidak sampai merendam 11 kabupaten/kota seperti saat ini.
"Melihat bencana yang selalu terulang. Bahkan setelah 2006, awal tahun 2021 ini bisa dikatakan banjir terbesar dan terluas di Kalsel melingkupi 11 kabupaten/kota," ujarnya.
Bahkan ia menyebut, banjir kali ini juga sudah bisa diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Namun, ia menilai pemerintah lagi-lagi tidak siap dan masih gagap dalam penanganannya.
Menurut Kisworo, pada akhirnya masyarakat lah yang kembali menanggung akibatnya.
Terlebih dilanda banjir di tengah pandemi Covid-19 yang semakin meluas di Kalsel.
"Sudah pandemi Covid-19 dihajar banjir, sudah jatuh tertimpa tangga," ucapnya.
7. Polri
Bareskrim Polri membenarkan sempat menggelar penyelidikan terkait kasus banjir di Kalimantan Selatan pada awal tahun 2021 ini.
Mereka mengaku tidak ada faktor eksploitasi alam dalam kasus banjir di Kalsel tersebut.
Demikian disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono ketika ditanya awak media perihal adanya penyelidikan kasus banjir di Kalsel.
Menurut Rusdi, tim Bareskrim Polri telah turun langsung ke Kalsel untuk menyelidiki kasus tersebut.
Hasilnya, banjir diduga memang disebabkan karena faktor cuaca.
"Bareskrim sudah turun tim, ternyata memang kenapa banjirnya itu karena memang faktor curah hujan saat itu sangat tinggi dari BMKG di sana," kata Rusdi dalam keterangannya, Jumat (22/1/2021).
Selain itu, tim penyidik juga telah mendatangi salah satu daerah di Kalsel yaitu Syahbandar. Dari hasil pemantauan tim, mereka melihat memang ketinggian gelombang laut juga tengah tinggi.
"Kemudian kedua, telah mengecek juga ke syahbandar memang pada saat itu tinggi gelombang sangat tinggi antara 2-2,5 meter sehingga itu berpengaruh terhadap arus balik ke daratan seperti itu," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan pihaknya juga belum mengambil tindakan apapun terkait kasus banjir di Kalsel. Sebab, penyelidikan sementara banjir di Kalsel karena faktor cuaca.
"Ini sementara hasil turun lapangan dari Bareskrim seperti itu. Bareskrim sudah turun ke Kalsel. Yang dapat diketahui bahwa ha