Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri pemberian jam tangan mewah dari sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, kepada seorang wanita bernama Devi Komalasari.
Tak hanya jam tangan mewah, sespri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu juga memberikan perhiasan lainnya.
Baca juga: KPK Dalami Aliran Dana Sewa Apartemen 2 Atlet Pebulu Tangkis Wanita dari Edhy Prabowo
Untuk menelusuri dugaan tersebut, penyidik KPK memeriksa Devi sebagai saksi dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat Amiril, Kamis (4/2/2021).
"Devi Komalasari diperiksa dan dikonfirnasi tim penyidik KPK terkait adanya barang di antaranya berupa perhiasan, jam tangan mewah dan barang lainnya yang diduga diterima oleh saksi dari tersangka APM," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Jumat (5/2/2021).
Baca juga: Sewakan Apartemen untuk Dua Atlet Bulutangkis Wanita, Edhy Prabowo: Nggak Ada Hubungan Khusus
Akan tetapi, Ali belum bisa membeberkan merek jam tangan mewah serta perhiasan tersebut, termasuk jumlahnya.
"Mengenai jenis dan jumlah barang tersebut akan didalami dan dikonfirmasi lebih lanjut kepada pihak-pihak lain," katanya.
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.
Baca juga: Edhy Prabowo Akui Gemar Minum Wine, Tapi Bantah Beli Pakai Duit Suap Benur
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.