TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Istana Kepresidenan RI melalui Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman membantah pemerintah memiliki Buzzer untuk membungkam kritik.
Fadjroel mengatakan, pemerintah selalu terbuka menghadapi kritik setiap warga negara.
“Pemerintah tidak punya Buzzer,” tegas Fadjroel Rachman seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (11/2/2021).
Fadjroel menuturkan pemerintah tidak pernah memiliki persoalan jika ada yang oposisi yang menyampaikan kritik maupun saran.
Pemerintah menyadari, Indonesia merupakan demokratis dan setiap kebijakan tentu saja ada yang mendukung dan mengkritik.
"Ini negara demokratis, siapa pun yang mendukung kebijakan dipersilakan dan siapa pun mengkritik bahkan beroposisi dengan pemerintah dipersilakan," ujarnya.
Baca juga: Ekonom Kwik Kian Gie Ketakutan Diserang Buzzer, Begini Saran Jubir Istana dan Tanggapan Pengamat
Apalagi, sambung Fadjroel, setiap warga negara berhak menyampaikan pendapatnya seperti yang diatur dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945.
Selain itu, Fadjroel mengingatkan, patut diketahui kebebasan berpendapat juga memiliki aturan seperti yang tersebut di Pasal 28 J UUD 1945.
Yaitu, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang untuk menjamin penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
Jika pendapat disampaikan melalui media sosial, kata Fadjroel, masyarakat harus tunduk pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Bila di media sosial harus memperhatikan Undang-undang ITE," ujarnya.
Sebelumnya, Cendikiawan Ahmad Syafi’i Maarif meminta pemerintah tidak menggunakan Buzzer untuk menyikapi lawan politiknya.
Buya Syafi’i Maarif, menyarankan pemerintah dan oposisi sebaiknya membangun budaya politik yang lebih arif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Dalam situasi yang sangat berat ini antara pemerintah dan pihak sebelah semestinya mampu membangun budaya politik yang lebih arif, saling berbagi, sekalipun sikap kritikal tetap dipelihara. Tidak perlu main 'buzzer-buzerran' yang bisa menambah panasnya situasi," kata Buya Syafi’i Maarif kepada wartawan di Jakarta, Rabu (10/2/2021)
>