“Ini bukan menghapus sertifikat kepemilikan yang sudah ada selama ini. Itu hoaks kalau ada informasi seperti itu. Sistem online itu untuk penertiban penerbitan sertifikat,” ujar sofyan.
Dia menyebut saat ini, pihaknya sedang menyiapkan Peraturan Menteri (Permen) terkait penerapan sistem elektronik tersebut.
Setelah Permen terbit, sasaran pertama dari sistem itu adalah tanah-tanah milik pemerintah di seluruh tanah air.
Langkah lain adalah merevisi UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Saat ini, Kementerian ATR sedang menyusun revisi UU tersebut.
Didalamnya, akan diatur agar praktik mafia tanah bisa hilang. Pihaknya meminta dukungan DPR dan DPD terkait hal tersebut.
Ketiga, dengan menerapkan UU Cipta Kerja khususnya terkait masalah agraria. UU yang merupakan produk omnibus law itu diharapkan bisa mengikis praktik mafia tanah.
Abraham sendiri mengusulkan agar dalam revisi UU tentang Pokok-Pokok Agraria supaya setiap daerah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Pengaturan masalah agraria harus mengacu pada RTRW satu darah.
Hal itu untuk menghindari spekulasi para mafia tanah atau investor dalam membeli lahan, terutama di daerah-daerah yang menjadi tujuan pariwisata seperti Labuan Bajo.
“Di Labuan Bajo itu, RTRW belum ada. Makanya mafia pesta pora mengkapling-kapling tanah dan menjualnya hingga ribuan kali lipat. Model seperti ini harus bisa masuk di revisi UU Pokok-Pokok Agraria,” tutup Abraham.