Selain itu, pernikahan anak secara hukum juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu minimal usia boleh menikah perempuan adalah 19 tahun.
Lebih lanjut, pernikahan anak juga berpotensi menambah kemiskinan baru.
Hal itu karena pengantin anak belum memiliki penghasilan untuk menghidupi keluarga.
"Keyakinan Aisha Weddings mengenai perempuan harus mencari pasangan sejak usia 12 tahun merupakan keyakinan yang didasari oleh pemahaman yang sempit."
"Karena bertentangan dengan tujuan syariat nikah itu sendiri."
Baca juga: Soal Aisha Weddings, MUI: Pernikahan Dini Menimbulkan Kerusakan
Baca juga: Soal Aisha Wedding, Pemerintah dan Masyarakat Makin Peduli Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan
"Perkawinan harus membawa kemaslahatan dan kebaikan bagi pasangan yang menikah," tutur Muhadjir.
Ia pun meminta penyelidikan lebih lanjut dilakukan kepolisian untuk menguak siapa di balik Aisha Weddings.
Menurutnya, langkah untuk melindungi anak-anak dari target tindakan pelanggaran hukum lainnya seperti eksploitasi seksual ekonomi kepada anak hingga perdagangan anak perlu terus dilakukan.
"Upaya ini tentu membutuhkan komitmen dan peran bersama antara pemerintah, pihak swasta, media, masyarakat, dan yang paling penting adalah keluarga," pungkas Muhadjir.
Heboh Aisha Weddings Kampanyekan Nikah Dini
Sebelumnya diberitakan, website wedding organizer yang mengkampanyekan pernikahan anak sejak usia 12 tahun ramai diperbincangkan di media sosial.
Wedding organizer bernama Aisha Weddings secara terang-terangan mengajak para Muslim untuk menikah dini.
Bahkan, ia juga menyarankan agar calon mempelai yang masih anak-anak bisa melakukan pernikahan siri terlebih dahulu.
Dalam situsnya, Aisha Weddings mengharuskan wanita untuk menikah di rentang usia 12 - 21 tahun.