TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Awal Februari lalu, terkuak kabar adanya gerakan yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat. Hal tersebut disampaikan AHY pada Senin (1/2/2021) itu.
Ia menyebut ada mantan kader dan kader Partai Demokrat yang terlibat dalam upaya mengambil alih posisi Ketua Umum Partai Demokrat secara paksa.
Gerakan itu disebut bertujuan untuk menjadikan Partai Demokrat sebagai kendaraan politik pada Pemilu 2024 mendatang.
Baca juga: Masih Pantau Isu Kudeta, AHY: Kelompok Ini Sangat Ingin Seseorang jadi Calon Presiden 2024
AHY menyebut gerakan politik ini dikendalikan oleh kader aktif, mantan kader Demokrat dan orang dekat Presiden Jokowi.
Lalu bagaimana hubungan SBY dan Jokowi di tengah isu "kudeta" ini?
AHY menyatakan, hubungan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terjalin baik.
Menurut AHY, Jokowi tidak mengetahui keterlibatan pejabat Istana dalam isu kudeta dirinya oleh Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD).
"Terhadap hal itu, saya sudah mendapatkan sinyal bahwa Bapak Presiden tidak tahu menahu tentang keterlibatan salah satu bawahannya itu. Ini hanya akal-akalan kelompok GPK-PD untuk menakut-nakuti para kader. Hubungan Pak SBY dan Pak Jokowi cukup baik," kata AHY melalui keterangan yang diterima wartawan, Kamis (18/2/2021).
Sebagai bentuk kewaspadaan, AHY menyebut para pelaku GPK-PD telah membaca AD/ART bahwa syarat untuk dilaksanakannya Kongres Luar Biasa (KLB) harus mendapatkan persetujuan Ketua Majelis Tinggi Partai (MTP).
Para pelaku GPK-PD itu kini menyiarkan berita bohong bahwa SBY selaku Ketua MTP merestui gerakan tersebut.
AHY menegaskan hal itu tidak benar, hoaks dan fitnah.
"Bapak SBY berada di belakang kita semua, para pemilik suara yang sah," ujar AHY.
AHY mengatakan, SBY mendukung penuh kepemimpinan Partai Demokrat oleh AHY sesuai hasil Kongres V PD tanggal 15 Maret 2020.
Hal itu berdasarkan surat yang pernah SBY tulis dan dikirimkan kepada para Ketua DPD, DPC dan seluruh kader, pada 5 Januari 2021.