TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar duka datang dari dunia militer Indonesia. Kolonel (Purn) TNI Aloysius Sugianto meninggal dunia.
Mantan Ajudan Brigjen (Anumerta) TNI Ignatius Slamet Riyadi itu meninggal dunia di Rumah Sakit Bakti Yudha Depok, Jawa Barat, Selasa (23/2/2021), pukul 13.45 WIB kemarin.
Sugianto meninggal dunia karena sakit. Ia wafat di usia 93 tahun dan meninggalkan seorang istri dan dua putranya.
Jasad Sugianto sempat disemayamkan di Aula Gereja St. Herkulanus, Jalan Irian No 1, Depok 1.
Misa Requiem atau Misa Pelepasan digelar di Gereja St. Herkulanus Depok pada Rabu (24/2/2021) pukul 08.00 WIB pagi tadi.
Selanjutnya jenazah almarhum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN) Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu pukul 13.00 WIB siang.
Prosesi pemakaman dilakukan secara militer oleh personel Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan TNI Angkatan Darat.
Rentetan tembakan salvo dan prosesi doa secara Katolik mengantar kepergian Sugianto untuk selamanya.
Baca juga: Hadiri Upacara Ziarah Nasional di TMP Kalibata Saat Hari Pahlawan, Joko Widodo Lakukan Tabur Bunga
Sugianto meninggal dunia berpangkat Letnan Kolonel Infanteri (Purn), dengan Nomor Registrasi Pusat (NRP) 10888.
Pria kelahiran Yogyakarta bulan Juni tahun 1928 itu pernah menjabat Pamen denma Mabesad, Kesatuan Mabesad.
Pendidikan A Umum Sugianto adalah Diploma 3.
Semasa kariernya, Sugianto juga telah memperoleh sejumlah penghargaan.
Di antaranya, memperoleh Bintang Gerilya, Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia, Dapat penghargaan atas keikutsertaan dalam perang kemerdekaan I dan II, mengikuti gerakan operasi militer I, III, dan V, serta memperoleh Gelar Kehormatan Veteran Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Dalam perjalanan militernya, Alm Aloysius Sugianto pernah menjadi mantan ajudan Brigjen (Anumerta) TNI Ignatius Slamet Rijadi.
Pada 1950-an, almarhum diperintahkan Kolonel (Purn) AE Kawilarang untuk menemui Mayor (Purn) Idjon Djanbi agar bersedia membantu pembentukan satuan komando.
Satuan ini menjadi cikal bakal pendirian pasukan khusus, RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) atau Kopassus.
Sejak saat itu pula, Sugianto berkarir di satuan baret merah angkatan pertama.
Setelah Peristiwa Kranji 17 November 1956, Sugianto tak lagi di baret merah.
Pada 1965, pria kelahiran Yogyakarta 25 Juni 1928 itu menyandang pangkat kapten di satuan Kostrad.
Dalam buku karangan Julius Pour berjudul ‘Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang’, 2010 pada halaman 182, Kolonel Ali Moertopo pernah memerintahkan Soegianto untuk menggandakan Surat Perintah 11 Maret 1966.
Dia mendatangi pengusaha Minahasa Jerry Mangundap untuk meminjam kamera polaroid dan memotret surat itu sebanyak lima kali.
Pada1974, masa pemerintahan Presiden Soeharto, Sugianto sudah berpangkat Kolonel.
Dia ditugaskan memimpin Operasi Khusus (Opsus) untuk penanganan Timor Timur yang kala itu didominiasi kelompok Fretilin.
Selain menangani beberapa operasi militer, dia juga menangani media masa milik pemerintah.
Sugianto pernah memimpin majalah POP dan kemudian memimpin surat kabar Berita Yudha.