Prediksi Poengky itu, juga melihat dari adanya nota kesepakatan antra Polri dengan KPK.
Poengky berharap tak ada lagi kontroversi 'Cicak vs Buaya' lagi di masa yang akan datang.
Ia mengatakan, semua bisa dikomunikasikan dengan baik oleh masing-masing pihak.
"Kita berharap agar jangan sampai terjadi lagi 'Cicak vs Buaya'."
"Maka, kalau ada masalah, ada apa-apa, langsung diselesaikan masing-masing pihak, baik pimpinan KPK dan Polri," tandasnya.
Awal Istilah Cicak Vs Buaya
Dikutip dari Kompas.com, sebutan 'Cicak Vs Buaya' muncul dari kasus korupsi yang melibatkan pengusaha Anggodo Widjojo dan kakaknya Anggorom yang mengawali konflik KPK dengan Polri.
Kasus itu membuat dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibit S Rianto, diduga dikriminalisasi.
Saat itu, Bibit dan Chandra dijadikan tersangka oleh kepolisian dengan sangkaan menerima suap dari Anggoro melalui Anggodo.
Bibit dan Chandra disangka menyalahgunakan wewenang, saat menerbitkan surat pencegahan Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo, serta surat pencegahan dan pencabutan pencegahan Direktur Utama PT Era Giat Prima Djoko S Tjandra.
Lalu, terungkap adanya rekayasa berdasarkan rekaman pembicaraan hasil sadapan KPK.
Baca juga: Kompolnas Sebut Penahanan Ustaz Maaher Sudah Sesuai Prosedur dan Minta Publik Waspadai Hoaks
Baca juga: Kompolnas Minta Propam Ungkap Dugaan Pemerasan Oknum Polsek Tanjung Morawa Secara Transparan
Di Mahkamah Konstitusi, rekaman percakapan telepon seluler Anggodo dengan sejumlah pejabat kepolisian dan kejaksaan diputar.
Rekaman itu dengan vulgar menyebut bagaimana merancang kasus Bibit-Chandra.
Terekam suara tawar-menawar imbalan kepada berbagai pihak yang diduga ikut merekayasa.
Kejaksaan Agung, lalu menghentikan perkara pemerasan dan penyalahgunaan wewenang kepada Bibit-Chandra dengan alasan demi hukum.
Setelah itu, KPK menjerat Anggodo dengan sangkaan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung perkara korupsi yang sedang ditangani KPK.
(Tribunnews.com/Shella)(Kompas.com/Abba Gabrillin)