Selanjutnya 9 persen terkait information leak.
Hal ini mengindikasikan adanya kerentanan seperti open directory listing, open configuration dan unsecure connection.
“Melihat ini semua, menjadi pertanyaan besarnya apakah kita benar-benar siap untuk melakukan transformasi digital,” jelasnya.
Sebelumnya dalam rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Kepala BSSN, Rabu (3/2/2021) lalu, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara ( BSSN) Hinsa Siburian mengatakan serangan siber yang bersifat teknis di 2020 meningkat karena banyaknya penggunaan teknologi informasi di masa kini.
Hinsa menambahkan, kebutuhan akan penggunaan ruang siber juga akan semakin pesat ke depannya.
Hal ini akan berjalan seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat, terutama dalam masa pandemi.
"Sebab masa pandemi ini kan memaksa kita atau manusia berinteraksi di ruang siber," jelasnya.
Hinsa juga mengutarakan bahwa BSSN memiliki kendala utama dalam hal peraturan perundang-undangan. Ia mengungkapkan, hingga kini belum ada UU yang mengatur soal keamanan siber dan sandi.
Menurutnya, peraturan yang mengkhususkan keamanan siber dan sandi baru di tingkat pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.