Sehubungan dengan hal tersebut PP Muhammadiyah menyatakan empat poin sikapnya.
"Pertama, sangat berkeberatan dengan diterbitkannya Perpres nomor 10/2021 khususnya yang tekait dengan investasi, produksi, distribusi dan tata niaga miras," kata Agung pada Selasa (2/3/2021).
PP Muhammdiyah menilai Perpres nomor 10/2021 berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, kerusakan akhlak, dan meningkatnya tindak kriminal.
Untuk itu, kata Agung, pemerintah tidak seharusnya mengambil kebijakan yang hanya mengutamakan aspek ekonomi dengan mengesampingkan aspek-aspek budaya bangsa yang luhur dan ajaran agama karena tidak sesuai dengan Pancasila.
"Kedua, pemerintah hendaknya mendengarkan, memahami, dan memenuhi arus terbesar masyarakat khususnya umat Islam yang berkebaratan dan menolak keras pemberlakuan Perpres nomor 10/2021," kata Agung.
Dalam alam ajaran Islam, kata Agung, miras atau khamr adalah zat yang diharamkan dan pangkal berbagai kejahatan dan menimbulkan kerusakan jasmani, mental, spiritual, ekonomi, moral sosial, akhlak dan kerusakan lainnya.
Sejalan dengan arus utama aspirasi umat dan masyarakat, kata Agung, PP Muhammadiyah mendesak pemerintah untuk merevisi atau mencabut Perpres nomor 10/2021.
Ketiga, kata dia, pembukaan investasi di Provinsi Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua dengan mempertimbangkan kearifan budaya lokal dapat menimbulkan masalah politik dan disintegrasi bangsa.
Indonesia, lanjut dia, adalah negara kesatuan yabg meniscayakan satu kesatuan hukum dan perundang-undangan.
"Kekhususan pada empat provinsi tersebut, pada tinglat tertentu menimbulkan citra negatif masyarakat setempat yang memegang teguh dan mengamalkan ajaran agama khususnya masyarakat yang beragama Islam," kata Agung.
Keempat, kata Agung, PP Muhammadiyah mendukung usaha-usaha pemerintah dalam memajukan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Akan tetapi, lanjut dia, usaha-usaha tersebut hendaknya senantiasa berpijak pada Pancasila, UUD 1945, norma-norma budaya masyrakat yang utama dan nilai-nilai ajaran agama.
Selain meningkatkan kesejahteran material, kata dia, pemerintah juga berkewajiban membina mental dan spiritual dan akhlak bangsa yang sejalan dengan spirit Indonesia raya serta memelihara budaya bangsa yang berkeadaban sesuai nilai bhinneka tunggal ika.
Pemerintah, lanjut dia, sebaiknya memprioritaskan peningkatan kesejahteraan ekonomi yang berbasis kekayaan sumber daya alam dan hajat hidup masyarakat seperti pertajian, kelautan, dan usaha kecil menengah.