"Penerbitan Surat Edaran di tingkat Dirjen adalah hal lumrah di Kemensos dalam rangka mengumpulkan rekomendasi penerima bantuan dari dinas sosial di tingkat daerah. Sebagai Menteri, Bu Risma seharusnya sudah memahaminya," kata dia.
Anggota Komisi VIII DPR RI itu juga menyebutkan praktik permintaan anggaran tambahan untuk membiayai program bagi rakyat terdampak covid-19 juga sudah banyak dilakukan oleh Kemensos sendiri.
Misalnya saja, anggaran Kementerian Sosial tahun 2020 dinaikkan dari Rp 62,8 Triliun hingga Rp 124,8 Triliun, lalu di tahun 2021 dari pagu indikatif Rp 62 Triliun menjadi Rp 92,8 Triliun, di mana kenaikan anggaran tersebut diperuntukkan untuk program perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19.
Bila demikian, penambahan anggaran untuk realisasikan bantuan bagi keluarga korban yang wafat akibat covid-19 sesuai dengan peraturan perundangan mestinya lebih mudah diadakan, karena yang dibutuhkan untuk memberikan santunan sebesar Rp 15 juta kepada setiap keluarga korban meninggal Covid-19 selama setahun hanya sekitar Rp 518 Miliar.
Menurutnya, jumlah itu sangat sedikit dibanding dengan kenaikan anggaran untuk kementerian sosial maupun untuk kenaikan anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional.
“Permasalahannya adalah pada keseriusan Bu Mensos dalam melaksanakan program sesuai dengan ketentuan perundangan, serta keberpihakan beliau terhadap pemenuhan hak keluarga korban yang wafat akibat covid-9 untuk menerima santunan yang sudah dijamin oleh UU 24/2007. Itu mestinya yang diutamakan sesuai sumpah jabatan beliau sebagai Mensos,l" katanya.
"Kalau serius dan sungguh-sungguh, Insya Allah tidak sulit mendapatkan realokasi untuk pemenuhan anggaran santunan yang hanya Rp 518 miliar. Sebab Keuangan Negara bisa memberikan suntikan bantuan kepada asuransi Jiwasraya yang bermasalah karena korupsi, dengan anggaran yang sangat besar yaitu Rp20 triliun," kata HNW.
"Karenanya Bu Mensos mestinya maksimalkan usaha agar dapat melaksanakan ketentuan perundangan serta memenuhi kewajiban kepada Rakyat. Jangan malah mudah berkilah dan kemudian menerbitkan surat edaran yang menganulir Surat Edaran sebelumnya, padahal surat yang dianulir itu justru melaksanakan Peraturan Menteri Sosial dan UU. Tentu sikap lepas tangan seperti itu tidak diharapkan Rakyat, dan tidak sesuai dengan sumpah jabatan,” pungkasnya.