Namun demikian, yang perlu diantisipasi adalah efek dari tindakan pemecatan yang dilakukan secara serentak.
Jika tak terkendali justru bisa berpotensi menimbulkan gejolak yang lebih besar.
Besarnya gejolak tergantung pada situasi dan kondisi.
Di sinilah diperlukan kepiawaian kubu AHY dalam mengelola konflik.
Tidak hanya AHY yang diuji, tapi kelihaian dan pengaruh SBY menjadi taruhannya.
"SBY adalah benteng terakhir untuk mengamankan AHY sebagai ketua umum. Pengaruh SBY di internal untuk saat ini memang masih kuat. Tapi kekuatan SBY saat ini sedang diuji seberapa kuat dalam membentengi partai Demokrat," ucap Karyono.
Lantas, seberapa kuat pihak yang mendorong KLB?
Jika dilihat dari reaksi pasca pemecatan, nampak di permukaan dorongan KLB semakin menguat.
Pemecatan sejumlah kader justru memicu spektrum perlawanan kian meluas.
Pemecatan berpotensi mendorong kristalisasi pihak-pihak yang kurang puas terhadap kepemimpinan AHY.
Hal yang mesti diantisipasi adalah menyatunya pelbagai kelompok berpengaruh yang tidak puas, baik dari dalam maupun dari luar. Jika ini tidak berhasil dikelola dengan baik, maka bisa menggoyahkan benteng pertahanan kubu Cikeas.
Meski demikian, mewujudkan KLB tidak mudah jika menggunakan AD/ART Partai sebagai rujukan formal.
Pasalnya, penyelenggaraan KLB harus mendapat persetujuan Majelis Tinggi yang mana komposisi di Majelis Tinggi Demokrat didominasi kubu Cikeas, yang diketuai sendiri oleh SBY ayah kandung AHY.
Maka dari itu jika kelompok yang tidak puas terhadap kepemimpinan AHY menggunakan pendekatan formal untuk menyelenggarakan KLB bisa terkuras energinya.
"Karenanya, mereka perlu memikirkan cara lain jika hendak menggoyang kubu Cikeas," kata Karyono.
Sebagian artikel tayang di Tribun Jakarta dengan judul: Jhoni Allen Serukan KLB Demokrat, Ferdinand Hutahaean Tertarik Ikut Nyalon Tapi Ungkap Kendalanya