Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik dari Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago turut merespon terkait adanya konflik yang terjadi di kubu Partai Demokrat.
Dia mengungkapkan selama ini peran dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menyikapi kondisi yang terjadi saat ini sangat minim.
Terlebih kata Pangi, dalam hal ini terlibat anak buah Jokowi di dalam istana yakni Ketua Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang dinobatkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) di Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021) lalu.
Menanggapi ini, Pangi menegaskan bahwa integritas Jokowi sebagai Presiden RI harusnya dapat ditunjukkan dengan mengambil sikap terkait kondisi saat ini.
"Mestinya ada dua sikap yang harus dilakukan presiden di sini untuk membereskan kecurigaan itu. Pertama, memberhentikan Moeldoko secara tidak hormat atau bagaimana namanya," kata dia saat berbincang dalam acara Tribun Corner, Selasa (9/3/2021).
"Kemudian (kedua), presiden ada sedikitlah kata-kata bahwa beliau berjanji akan membangun partai, mengayomi partai politik dan tidak mau merusak partai politik itu sudah cukup sebenarnya," katanya.
Hal tersebut diutarakan oleh Pangi karena menurutnya, hingga saat ini Presiden Jokowi belum juga bersuara terkait adanya konflik tersebut.
Padahal menurutnya yang terlibat langsung dalam konflik ini adalah orang yang membantu pekerjaan dirinya di istana.
Bahkan kata Pangi, kalau Presiden Jokowi bisa menunjukkan kelasnya sebagai pemimpin harusnya bisa mengambil sikap dengan memecat KSP Moeldoko secara tidak hormat.
Pasalnya kata dia Moeldoko merupakan pejabat negara dan berada di lingkaran istana negara serta Moeldoko merupakan anak buah Jokowi.
"Bagaimana mungkin secara logika dan akal sehat kita, ini anak bawahan kita, merusak rumah tangga (partai) orang lain, itu tidak boleh kita biarkan karena ini akan mengganggu citra pemerintah," ungkapnya.
Baca juga: Moeldoko Dinilai Telah Mencoreng Jokowi karena Jadi Ketum Demokrat, Harus Dipecat Secara Tak Hormat
Lebih jauh kata Pangi, dengan diamnya Presiden Jokowi dalam konflik ini maka dikhawatirkan akan ada indikasi dari masyarakat awam bahwa adanya pembiaran dari pemerintah.
Hal itu nantinya diyakini akan merusak sistem demokrasi serta sistem politik partai di Indonesia.
"Ini indikasi ini kemudian logika masyarakat awam ini (muncul) pembiaran, dan orang sering menyebut ini sebagai pembajakan demokrasi, begal demokrasi ini mengganggu sistem politik kita, sistem partai kita tapi itulah yang terjadi hari ini," tukasnya.