Selain data, Ahmad menuturkan bahwa usia relawan juga harus jelas.
"Karena kita tahu, untuk menumbuhkan sel pada manusia juga sangat bergantung pada usia. Bagi yang berusia muda, jauh lebih muda sel ditumbuhkan dibanding sel dari lansia," jelasnya.
Dari pengalaman, para ilmuwan cenderung tidak menyukai untuk mengkultur sel dari lansia karena susah.
"Jadi dia (sel) enggak seaktif seperti sel yang masih muda."
Dari variabel-variabel tersebut, kemudian menimbulkan pertanyaan baru.
Ditanyakan Ahmad, siapa sih yang mengizinkan uji klinis seperti ini?
Padahal di masa pandemi, yang dibutuhkan adalah vaksinasi yang simpel.
Bukan vaksin berbasis sel dendritik yang sangat ribet.
Cara Kerja Vaksin Nusantara
Vaksin Nusantara yang diprakarsai Terawan dibuat dengan mengeluarkan sel dendritik dari dalam tubuh, kemudian memasukkannya lagi.
Cara mengeluarkan sel dendritik, ahli akan mengambil darah orang yang akan divaksin.
Setelah diambil darahnya, relawan diperbolehkan pulang agar ahli dapat menumbuhkan sel dendritik di laboratorium.
Di dalam darah ada berbagai macam sel, dari sel darah merah, sel darah putih, termasuk sel prekursor dendritik.
"(Sel prekursor dendritik) belum menjadi sel dendritik, tapi masih (berbentuk) sel prekursor," jelas Ahmad.
Nah, setelah darah diambil dari relawan atau orang yang akan divaksin, ahli kemudian akan menumbuhkan sel prekursor dendritik secara spesifik.
"Jadi sel darah merah dipisahin, sel darah putih juga diilangin. Mereka (ahli) hanya berusaha menumbuhkan sel prekursor dendritik," papar dia.
Sel prekursor dendritik ini ditumbuhkan di cawan laboratorium.
Pada sel prekursor tersebut, akan diberikan senyawa khusus agar bisa tumbuh menjadi sel dendritik.
"Pada masa inkubasi itu kan perlu waktu, sekitar 2-3 hari. Pada masa itu juga diberikan antigen (ke sel dendritik). Jadi antigennya tidak disuntikkan ke orang, tapi diberikan langsung ke sel dendritik (di laboratorium)," kata Ahmad.
Setelah sel dendritik beranjak dewasa dan sudah terpapar antigen, sel tersebut disuntikkan kembali ke relawan yang sama.
Darah yang diambil dari relawan A, sel dendritiknya akan dikembalikan lagi ke A.
Adapun sel dendritik adalah sel imun yang bertugas sebagai guru bagi sel B untuk memproduksi antibodi.
Masuk Uji Klinis Fase II
Setelah melewati persiapan beberapa bulan, vaksin buatan anak negeri ini mulai dikembangkan sejak Desember dan selesai uji klinis fase I pada akhir Januari 2021.
Saat ini, pengembangan vaksin ini telah memasuki tahapan uji klinis fase II yang sudah berjalan mulai Februari 2021.
Dosen dan tim peneliti, Dr. Yetty Movieta Nency SPAK mengatakan, temuan vaksin tersebut menggunakan metode berbasis sel dendritik autolog yang bersifat personal.
Sel dendritik autolog merupakan komponen dari sel darah putih yang dimiliki setiap orang lalu dipaparkan dengan antigen protein S dari SARS-COV-2.
Kemudian, sel dendritik yang telah mengenal antigen akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali.
Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap SARS COV-2.
"Posedurnya dari subyek itu kita ambil sel darah putih kemudian kita ambil sel dendritik. Lalu di dalam laboratorium dikenalkan dengan rekombinan dari SARS-COV-2. Sel dendritik bisa mengantisipasi virus lalu disuntikkan kembali. Komponen virus tidak akan masuk lagi ke tubuh manusia karena sel dendritik yang sudah pintar tadi," ujarnya saat ditemui di RSUP Kariadi Semarang, Rabu (17/2/2021), dikutip dari Kompas.com.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS/Aisyah Nursyamsi, Kompas.com/Gloria Setyvani Putri)