TRIBUNNEWS.COM - Tanggal 11 Maret dikenal dengan peristiwa bersejarah, yakni penerbitan Surat Perintah 11 Maret alias Supersemar.
Surat ini berkaitan dengan momentum 55 tahun yang lalu, terjadi peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto.
Ketika itu, beredar kabar Soekarno memberi mandat presidennya ke Soeharto demi memulihkan stabilias politik nasional yang goyah karena Gerakan 30 September 1965.
Baca juga: Usia di Atas 90 Tahun, Menteri era Soeharto Berbagi Pengalaman Ikut Vaksinasi Covid-19, Tak Sakit
Baca juga: Apa Itu Hipospadia? Kelainan yang Diidap Aprilia Manganang sejak Lahir, Simak Pengertiannya
Namun, banyak yang meragukan pemberian mandat itu.
Sebab, sampai saat ini tak ditemukan naskah ali supersemar tesebut.
Lalu, apa yang dimaksud dengan Supersemar sendiri? Bagaimana Sejarahnya?
Berikut Tribunnews rangkum apa itu Supersemar, latar belakang sejarah hingga kontroversinya, dikutip Tribunnews dari berbagai sumber:
1. Apa Itu Supersemar?
Dikutip dari Kompas.com, Supersemar adalah penyerahan mandat kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharta pada 11 Maret 1966.
Hingga kini, beredar Supersemar dari beberapa versi, yakni Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, Sekretariat Negara (Setneg), dan dari Akademi Kebangsaan.
Tak ada satu pun dari versi itu, merupakan dokumen aslinya.
Adapun isi dari Supersemar yaitu:
- Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
- Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
- Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.'
Setelah Soeharto mendapat mandat ini, ia mengambil sejumlah keputusan lewat SK Presiden No 1/3/1966 tertanggal 12 Maret 1966 atas nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR.
Keputusan tersebut berisi:
- Pembubaran PKI beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai terlarang
- Penangkapan 15 menteri yang terlibat atau pun mendukung G30S
- Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan peranan lembaga itu sesuai UUD 1945.
Soekarno tak bisa berbuat banyak. Sementara Soeharto mendapat kekuasaan yang semakin besar.
2. Latar Belakang Sejarah
Penyerahan mandat dalam supersemar ini dilatar belakangi peristiwa G30/S/PKI pada 1 Oktober 1965.
MC Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2007) menulis, demokrasi terpimpin Soekarno mulai runtuh pada Oktober 1965.
Tentara menuding Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai aktor utama di balik pembunuhan tujuh jenderal.
Hal ini memicu amarah dari kaum muda antikomunis.
Akhir Oktober 1965, mahasiswa Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesi (KAMI) dengan dukungan dan bantuan tentara.
Baca juga: ISRA MIRAJ 2021: Berikut Sejarah Singkat dan Kumpulan Ucapannya
Baca juga: Sejarah Hari Musik Nasional 9 Maret, Berikut Hal-hal yang Mendasari Penetapannya
Ada juga KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), dan kesatuan-kesatuan aksi lainnya (KABI, KASI, KAWI, KAGI).
Semuanya tergabung dalam Front Pancasila Selain memprotes G30S dan Soekarno yang tak bersikap apa-apa.
Saat itu, rakyat pun juga memprotes buruknya perekonomian di bawah Sukarno.
Masuk tahun 1966, inflasi mencapai 600 persen lebih. Soekarno hanya mengabaikan suara rakyat. Aksi unjuk rasa pun semakin marak.
Pada 12 Januari 1966, Front Pancasila berunjuk rasa di halaman gedung DPR-GR.
Adapun 3 hal yang mereka tuntut, dikenal dengan Tritura. Isi Tritura yakni:
- Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI)
- Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S
- Penurunan harga
Puncaknya tanggal 11 Maret 1966, demo mahasiswa terjadi besar-besaran di depan Istana Negara, bahkan menerima dukungan dari tentara.
Ketika itu, Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto pun meminta agar Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi konflik apabila diberi kepercayaan.
Permintaan itu dititipkan Soeharto kepada tiga jenderal AD yang datang menemui Soekarno, yakni Brigjen Amir Machmud (Panglima Kodam Jaya), Brigjen M Yusuf (Menteri Perindustrian Dasar), dan Mayjen Basuki Rachmat (Menteri Veteran dan Demobilisasi).
Akhirnya, pada 11 Maret 1996 sore di Istana Bogor, Soekarno menandatangani surat perintah untuk mengatasi keadaan.
Baca juga: Hari Perempuan Sedunia Diperingati Setiap Tanggal 8 Maret, Berikut Sejarah dan Kumpulan Ucapannya
3. Kontroversi Hingga Kini
Masih dari sumber yang sama, Pengamat sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menyebut, supersemar sebagai satu diantara rangkaian peristiwa untuk melemahkan kekuasaan Soekarno.
Sehari setelah Soeharto menerima mandat itu, ia langsung membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Beberapa hari kemudian, belasan menteri yang setia dengan Soekarno ditangkap.
Sehingga, lama kelamaan kejayaan Soekarno pun mulai mati.
Baca juga: Ini Sejarah Hari Perempuan Internasional, Google Doodle Tampilkan Video untuk Penghormatan
Baca juga: Apa Itu Nyepi? Berikut Sejarah dan Rangkaian Upacara Hari Raya Nyepi
Adapun tiga kontroversi soal Supersemar, yakni diantaranya:
Pertama, menyangkut keberadaan naskah otentik Supersemar.
Kedua, proses mendapatkan surat itu.
Ketiga, interpretasi yang dilakukan oleh Soeharto.
Dalam diskusi bulanan Penulis Buku Kompas di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Kamis (10/3/2016), Asvi mengatakan, keberadaan naskah otentik Supersemar hingga kini belum diketahui.
Selain itu, kontroversi berikutnya yakni dikabarkan supersemar diberikan Soekarno dalam situasi tertekan.
Menurut Asvi, sebelum 11 Maret 1966, Soekarno didatangi oleh dua pengusaha utusan Mayjen Alamsjah Ratu Prawiranegara.
Kedua pengusaha itu, Hasjim Ning dan Dasaad, datang untuk membujuk Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto.
Akan tetapi, Soekarno menolak, bahkan sempat marah dan melempar asbak.
"Dari situ terlihat ada usaha untuk membujuk dan menekan Soekarno telah dilakukan, kemudian diikuti dengan pengiriman tiga jenderal ke Istana Bogor," ungkap Asvi.
Pada akhirnya, Soeharto menggunakan mandatnya ini untuk melemahkan kekuasaan Soekarno.
(Tribunnews.com/Shella)(Kompas.com/Nibras Nada Nailufar/Kristian Erdianto)