Caranya, sejak awal proses pasien masuk rumah sakit harus dikawal aparat penegak hukum (APH).
Baca juga: Pelaku Pembongkaran 7 Makam Jenazah Covid-19 di Parepare Masih Rumpun Keluarga, Ini Motifnya
Baca juga: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental Selama Pandemi Covid-19
Bahkan untuk menginput data pasien Covid-19 bisa dilakukan oleh APH juga.
Hal ini penting agar tidak terjadi moral hazard dimana rumah sakit menangguk profit luar biasa karena biaya pasien positive ditanggung oleh pemerintah.
"Saya minta, rumah sakit agar jangan menjadikan Covid-19 sebagai ladang bisnis baru para pemilik layanan kesehatan," tegasnya.
Sebenarnya kata Said, politik anggaran Covid-19 ini sangat memadai.
Hal ini mengkonfirmasikan, perhatian pemerintah terhadap upaya memitigasi penyebaran Covid-19 sangat besar sekali.
Terbukti, pemerintah menaikkan anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp 699,43 triliun pada 2021 atau meningkat dari alokasi tahun 2020 sebesar Rp 688,33 triliun.
Dari angka tersebut, alokasi untuk anggaran bidang kesehatan sebesar Rp 176,3 triliun.
Anggaran ini dipergunakan untuk membiayai program vaksinasi Rp 58,18 triliun, diagnostik (testing dan tracing) Rp 9,91 triliun, therapeautic Rp 61,94 triliun, insentif pajak kesehatan Rp 18,61 triliun dan penanganan lainnya Rp 27,67 triliun.
"Dengan melihat postur anggaran sektor kesehatan yang cukup besar ini, saya minta kenakalan rumah sakit ini distop," tegasnya.
Lebih lanjut, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Perekonomian ini meminta pemerintah meningkatkan mekanisme pengawasan pemanfaatan dana covid-19.
Langkah ini dibarengi dengan pembenahan dalam tata kelola pengunaan dana Covid-19 agar benar-benar tepat sasaran.
"Untuk itu, perlu deteksi dini guna memastikan dana covid ini tidak disalahgunakan," ujarnya.