TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Technical Officer, Joint Monitoring Programme (JMP) – WHO, Rick Johnston mengatakan, ada dua tindakan penting bagi negara untuk meningkatkan kualitas air minum.
Pertama, menerapkan pendekatan manajemen risiko seperti rencana pengamanan air minum (Water Safety Plan), dan yang kedua memperkuat kapasitas pengawasan kualitas air.
Melalui perkembangan regulasi kualitas air minum, rencana pengamanan air minum dan pengawasan kualitas air minum menjadi elemen rekomendasi utama WHO untuk keamanan air minum dalam Panduan Kualitas Air Minum.
Johnston mengaku terkesan dengan komitmen Indonesia dalam menanggapi secara serius tantangan pemantauan air, sanitasi dan kebersihan dalam konteks SDGs.
Baca juga: Mau Sehat Saat Puasa? Konsumsi 10 Gelas Air, Hindari Minuman Mengandung Kafein Dan Soda
Selama hampir sepuluh tahun, JMP telah bekerja sama dengan badan statistik nasional di seluruh dunia untuk mengembangkan dan menyempurnakan alat dan metode pengukuran kualitas air minum di lapangan, serta melatih tim lapangan untuk melakukan pengujian ini.
“Sejauh ini kami telah mendukung lebih dari 30 negara untuk jenis penilaian ini, dan kami dengan senang hati memberikan dukungan teknis kepada Indonesia untuk survei tahun 2020. Namun SKAMRT melampaui survei lain yang kami dukung dalam beberapa hal,” kata Johnston dalam diskusi virtual Katadata, Kamis (1/4/2021).
Menurut dia, Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) 2020 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan merupakan yang terbesar di dunia.
“Biasanya survei yang didukung JMP melibatkan pengujian kualitas air di beberapa ribu rumah tangga. Kami baru-baru ini bekerja dengan Nigeria dalam survei terhadap 10.000 rumah tangga. Tetapi SKAMRT lebih dari dua kali lipat ukurannya, dan dengan lebih dari 20.000 rumah tangga yang dinilai,” kata Johnston.
Ia meyakini ini adalah survei kualitas air minum nasional terbesar yang pernah dilakukan di mana pun.
Hal ini akan mengarah pada baseline SDG pertama untuk layanan air minum yang dikelola dengan aman di Indonesia.
“Kami mengetahui bahwa puluhan juta orang di Indonesia mengakses air minum yang tidak aman untuk diminum. Di beberapa negara, setelah survei seperti ini selesai butuh waktu bertahun-tahun agar hasilnya dipublikasikan, dan dalam beberapa kasus, hasilnya tidak pernah dibagikan sama sekali,” ujarnya.