TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera kembali mengkritik kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menyinggung dua kasus korupsi yang ditangani KPK, yakni Bantuan Likuiditas Bank Indoneisa (BLBI) serta kasus PT Pelindo II.
Diketahui, KPK memiliki kewenangan mengeluarkan SP3 pada sejumlah kasus korupsi, satu di antaranya kasus BLBI.
Mardani menanyakan alasan di balik kasus BLBI diberi SP3.
Sebab, ada dua tersangka yang dibebaskan padahal belum diperiksa KPK, yang seharusnya berstatus in absentia.
Baca juga: Kasus BLBI di-SP3 KPK, Bagaimana Status DPO Sjamsul Nursalim?
Baca juga: KPK Dalami Peran Jonan dan Mekeng Usai Tangkap Samin Tan
Hal itu diungkapkan Mardani melalui akun Twitter-nya, @MardaniAliSera, Selasa (6/4/2021).
"Memang KPK punya kewenangan untuk mengeluarkan SP3 imbas Revisi UU KPK."
"Tapi ada catatan bahwa 2 tersangka yang dibebaskan dari status tersebut belum diperiksa KPK."
"In Absentia statusnya, kenapa jadi contoh kasus SP3 yang pertama? Buron & Tidak koperatif dalam menghadapi proses-proses hukum yang ada," tulisnya.
Lanjutnya, Mardani juga menyoroti kasus korupsi Pelindo II.
Baca juga: Kisah Penangkapan Buron KPK Samin Tan, Dibekuk Saat Asyik Minum Kopi di Kafe Bareng Anak Buah
Baca juga: KPK Sebut Singapura Surga Para Koruptor asal Indonesia, Ini Alasannya
Anggota DPR RI ini menerangkan, kasus itu bisa jadi momen KPK menerima kembali percaya dari publik.
"Progress kasus Pelindo 2 sbnrnya momentum KPK memperoleh kepercayaan publik kembali. Tapi kini kembali mundur ke belakang," ujarnya.
Menurutnya, saat ini masyarakat memiliki harapan besar pada KPK untuk memberantas korupsi.
Ia minta KPK tak menyia-nyiakan harapan publik tersebut.
"Publik punya harapan besar kpd KPK sebagai lembaga utama di negeri ini dalam pemberantasan korupsi."
"Bisa jadi modal sosial, sebaiknya jangan sia-siakan," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) berencana mengajukan gugatan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gugatan ini untuk membatalkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pihaknya berencana akan segera mengajukan gugatan praperadilan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Gugatan ini akan diajukan maksimal akhir bulan April 2021 dalam rangka mengimbangi langkah April Mop oleh KPK."
"Tadinya kami berharap SP3 adalah bentuk April Mop atau PRANK dari KPK, namun ternyata April beneran karena SP3 benar-benar terbit dan diumumkan secara resmi oleh KPK," ujarnya, diwartakan Tribunnews sebelumnya, Jumat (2/4/2021).
Boyamin membeberkan alasan praperadilan. Pertama, KPK mendalilkan SP3 dengan alasan dengan bebasnya Syafrudin Arsyad Temenggung (SAT) menjadikan perkara korupsi BLBI BDNI menjadikan kehilangan penyelenggara negara.
Baca juga: Profil Sjamsul Nursalim, Buronan Kasus Kakak BLBI yang Perkaranya Dihentikan oleh KPK
Baca juga: SP3 Kasus BLBI Sudah Dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK
Hal ini, katanya, sungguh sangat tidak benar karena dalam surat dakwaan atas Syafrudin Arsyad Temenggung dengan jelas didakwa bersama-sama dengan Dorojatun Koentjoro-Jakti.
"Sehingga meskipun SAT telah bebas namun masih terdapat Penyelenggara Negara yaitu Dorojatun Koentjoro-Jakti."
"Sangat memprihatinkan KPK telah lupa ingatan atas Surat Dakwaan yang telah dibuat dan diajukan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada tahun 2018," kata Boyamin.
Kedua, putusan bebas Syafrudin Arsyad Temenggung tidak bisa dijadikan dasar SP3 karena Indonesia menganut sistem hukum pidana kontinental warisan Belanda, yaitu tidak berlakunya sistem jurisprodensi.
Baca juga: Ini Alasan KPK Terbitkan SP3 Kasus BLBI
"Artinya putusan atas seseorang tidak serta merta berlaku bagi orang lain," jelasnya.
Ketiga, MAKI pada 2008 pernah memenangkan Praperadilan atas SP3 melawan Jaksa Agung atas perkara yang sama dugaan korupsi BLBI BDNI.
Dalam putusan praperadilan tahun 2008 tersebut berbunyi pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana korupsi.
Pertimbangan hakim praperadilan 2008 tersebut akan dijadikan dasar Praperadilan yang akan diajukan MAKI.
"Semestinya KPK tetap mengajukan Tersangka SN dan ISN ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan sistem in absentia (sidang tanpa hadirnya terdakwa)."
"Sebab selama ini SN dan ISN kabur dan KPK pernah menyematkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) atas kedua tersangka tersebut."
"MAKI merasa keadilan masyarakat tercederai dikarenakan SP3 diberikan kepada orang yang kabur dan buron," kata Boyamin.
Seperti diketahui, pada Kamis (1/4/2021) untuk pertama kalinya KPK menerbitkan SP3 atas tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim dalam perkara dugaan korupsi BLBI BDNI terkait BPPN.
"Hari ini kami akan mengumumkan penghentian penyidikan terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Tersangka SN selaku Pemegang Saham Pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan ISN bersama-sama dengan SAT selaku Ketua BPPN dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN),” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers, Kamis (1/4/2021).
KPK mengatakan, penghentian penyidikan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU KPK.
Sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara KPK memastikan akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku.
"Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, yaitu Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas Kepastian Hukum," jelas Alex.
(Tribunnews.com/Shella/Ilham Rian Pratama)