Kartini mulai memberi perhatian lebih pada adanya gerakan emansipasi wanita.
Setelah resmi menikah dengan Bupati Rembang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada tahun 1903, Kartini memutuskan untuk mendirikan sekolah.
Ia mendirikan sekolah wanita dnegan tujuan untuk memberikan kebebasan pendidikan bagi wanita pribumi.
Sayangnya pada 17 September 1904, R. A Kartini meninggal setelah melahirkan anak pertamanya Soesalit Djojoadhiningrat.
Setelah wafat, surat-surat R.A Kartini yang berisikan tentang perjuangannya mengenai status sosial hak para wanita pribumi kemudian disusun sebagai buku.
Buku tersebut dikenal dengan judul Door Duisternis tot Licht atau dalam bahasa Indonesia "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Baca juga: 70 Kutipan RA Kartini, Kata Bijak tentang Emansipasi Perempuan hingga Cinta untuk Status di Sosmed
Baca juga: Hari Kartini 21 April: Berikut Sejarah hingga Biografi RA Kartini
Dikutip dari Tribun Bali, berikut Tribunnews rangkum beberapa kutipan dari buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" untuk memperingati Hari Kartini 2021:
1. Marilah wahai perempuan, gadis. Bangkitlah, marilah kita berjabatan tangan dan bersama-sama mengubah keadaan yang membuat derita ini. (Halaman 86)
2. Anak perempuan yang pikirannya telah dicerdaskan serta pandangannya telah diperluas tidak akan sanggup lagi hidup dalam dunia nenek moyangny a (Halaman 93)
3. Dan bagaimanakah ibu-ibu bumiputera dapat mendidik anak-anaknya, kalau mereka sendiri tidak berpendidikan (Halaman 124)
4. Sampai kapanpun, kemajuan perempuan itu ternyata menjadi faktor pentinh dalam peradaban bangsa. (Halaman 192)
5. Pernah saya membaca, harta yang paling suci di dunia ini adalah hati laki-laki yang luhur. Kami setuju sekali dengan kata-kata itu. Sungguh hati laki-laki yang luhur itu harta yang paling berharga di dunia, yang jarang sekali ada. Berbahagialah mereka yang dalam hidupnya berjumpa dengan mutiara semacam itu. (Halaman 225)
6. Bermimpilah terus, bermimpilah terus, bermimpilah selama kamu dapat bermimpi! Apa artinya bila hidup tanpa mimpi? (Halaman 233)
7. Sekolah saja tidak cukup untuk membentuk pikiran dan perasaan manusia, rumah pun harus turut mendidik. (Halaman 565)