KRI Raden Eddy Martadinata-331 dilengkapi dengan meriam utama OTO Melara 76mm Super Rapid Gun dan rudal Exocet MM40 Block 3 yang jarak jangkaunya bisa mencapai 180—200 kilometer.
Selain itu, ada juga rudal anti serangan udara Mica yang dirancang efektif dan dapat menyergap sasaran sejauh 20—25 kilometer dengan ketinggian 9144 meter.
Kapal perang ini juga dilengkapi dengan rudal terma SKWS DLT 12 T yang mampu membelokkan arah rudal, mengacaukan sensor rudal, mengacaukan jammer hingga mengecoh infra merah dan frekuensi radio yang digunakan rudal udara ke permukaan.
Selain itu, Torpedo A 244S jenis ringan mempunyai kemampuan khusus mengincar sasaran di perairan dangkal, dan meriam Close In Weapon System (CIWS) Millenium 35mm untuk menangkis serangan udara serta ancaman permukaan jarak dekat.
Atas teknologi yang ada di dalamnya, kapal ini dikukuhkan sebagai kapal bendera.
2. KRI Gusti Ngurah Rai 332
Melansir dari Antara, KRI I Gusti Ngurah Rai merupakan kapal kedua proyek kapal SIGMA (Ship Integrated Geometrical Modularity Approach) dan masuk dalam kelas perusak kawal peluru kendali dengan tipe 10514 dan nomor proyek W000294.
Kapal ini merupakan hasil kerja sama alih teknologi antara PT PAL Indonesia dengan perusahaan kapal Belanda, Damen Schelde Naval Ship Building (DSNS).
Tanda tangan kontrak pembangunan kapal perang TNI AL kelas SIGMA ini dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono, pemotongan plat perdana pada 17 September 2014, peletakan lunas perdana pada 18 Januasi 2016, dan peluncuran badan kapal pada 20 September 2016, untuk selanjutnya diuji layar.
Kapal perang TNI AL ini mampu membawa 120 kru kapal dan memiliki kecepatan 28 knots/jam.
Dia memiliki kemampuan untuk perang empat matra sekaligus, perang permukaan sesama kapal perang, perang bawah air melawan kapal selam, perang udara dengan pesawat tempur, dan perang elektronika, serta mampu membajak sistem persenjataan dan kendali dari kapal perang musuh.
Kapal jenis SIGMA 10514 ini memiliki spesifikasi panjang 105,11 meter, lebar 14,02 meter, draft termasuk sonar 5,73 meter, dengan bobot penuh 3.216 ton.
Adapun persenjataan yang dimiliki KRI I Gusti Ngurai Rai-332 antara lain meriam utama OTO Melara 76/62 mm Super Rapid Gun, peluru kendali permukaan-ke-permukaan Exocet MM40 Block 3 yang jarak jangkaunya bisa sampai sejauh 180-200 km.
Selain itu juga ada peluru kendali permukaan-ke-udara MICA.
Rudal tersebut dirancang untuk bisa dioperasikan dalam waktu singkat dan beroperasi di segala cuaca serta dapat menyergap sasaran sejauh 20-25 km.
KRI ini juga dilengkapi dengan senjata Terma SKWS Decoy Launching System.
Ada lagi untuk keperluan bawah permukaan laut, yaitu torpedo AKS A–244S.
Torpedo ini masuk dalam kelas torpedo ringan berpandu yang memiliki kemampuan khusus dapat mengincar sasaran di perairan dangkal.
Serta ada juga meriam Close In Weapon System Millennium 35 mm untuk menangkis serangan udara dan ancaman permukaan jarak dekat.
3. KRI Diponegoro 365
KRI Diponegoro merupakan kapal pertama dari korvet kelas SIGMA milik TNI Angkatan Laut.
KRI Diponegoro merupakan sebuah korvet yang dibuat oleh galangan kapal Schelde, Belanda dimulai pada tahun 2005 khusus untuk TNI AL.
Bertugas sebagai kapal patroli dengan kemampuan anti-kapal permukaan, anti-kapal selam dan anti-pesawat udara.
Kontrak pembelian dan pembuatan KRI Diponegoro dan KRI Hasanuddin dilakukan pada bulan Januari 2004 dan efektif berlaku sejak 12 Juli 2004.
Keduanya dibuat di galangan kapal Schelde Naval Shipbuilding (SNS), Vlissingen, Belanda.
Peletakan lunas KRI Diponegoro dilakukan bersamaan dengan KRI Hasanuddin pada tanggal 24 Maret 2005.
Persenjataan:
- KRI Diponegoro dilengkapi dengan torpedo A 244S Mode 3/MU 90 yang dilengkapi dengan 2 peluncur torpedo tipe B515.
- Dipasang dua tipe rudal di atas kapal ini, yaitu Peluru kendali anti kapal MBDA Exocet varian terbaru MM40 block 2 yang mampu menjangkau target berjarak 180 km.
Dan peluru kendali darat ke udara MBDA Mistral versi terbaru TETRAL.
Mistral adalah sistem rudal pertahanan udara jarak pendek, yang dapat digunakan dari berbagai platform, bisa dari kendaraan di darat, kapal, helikopter, bahkan dengan konfigurasi jinjing ala Stinger.
- Meriam utama di posisi A dipasang Super Rapid OtoMelara 76 mm buatan Italia. Sedangkan kanon ringan tambahan pada posisi B dipasang Auxiliary Gun 2 x 20 mm Vector G12
KRI Diponegoro menggunakan Radar utama MW08 3D multibeam surveillance buatan Thales, sebuah radar dengan G-band, yang merupakan famili 3D multibeam jarak menengah (105 km) untuk survei, menentukan sasaran, dan penjejakan.
MW08 ini dilengkapi dengan teknologi radar termutakhir yang pendeteksiannya serba otomatis.
Radar ini juga dilengkapi dengan kontrol tembak untuk mengendalikan senjata terhadap sasaran permukaan. Ini juga diperkuat dengan radar kontrol tembak LIROD Mk2.
Kapal perang TNI AL ini juga menggunakan Thales Kingklip frekuensi menengah aktif/pasif ASW hull mounted sonar.
Kapal kelas sigma ini dilengkapi dua buah mesin diesel V28-33D STC (sequintial turbo charging) diproduksi oleh MAN Diesel (Jerman) berkonfigurasi V 20 silinder.
Mesin berkekuatan 8900 kW ini masing-masing menggerakan sebuah baling-baling yang bisa diatur kemiringan bilahnya melalui sebuah gir pengurang putaran satu tingkat.
4. KRI dr. Soeharso 990
Melansir dari Wikipedia, KRI dr. Soeharso 990 (sebelumnya bernama KRI Tanjung Dalpele (972) adalah kapal jenis Bantu Rumah Sakit (BRS).
Awalnya kapal ini berfungsi sebagai Bantu Angkut Personel (BAP) bernama KRI Tanjung Dalpele (972), karena perubahan fungsi maka pada tanggal 17 September 2008 di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, dikukuhkan oleh KASAL saat itu Laksamana TNI Slamet Soebijanto.
Pada saat bernama KRI Tanjung Dalpele (972), kapal ini adalah kapal serba guna yang berfungsi sebagai kapal bantu angkut personel (BAP), kapal bantu rumah sakit (BRS) serta dapat mendaratkan dua heli jenis Super Puma.
Kapal ini diklasifikasikan sebagai kapal LPD (Landing Platform Dock).
Nama Dalpele diambil dari sebuah tanjung yang terletak di pulau paling timur gugusan pulau di Provinsi Papua.
Nama tanjung tersebut diabadikan sebagai nama KRI karena di tempat itu para sukarelawan yang terdiri atas putra-putri terbaik Indonesia rela mengorbankan jiwa ketika berlangsungnya operasi Komando Trikora untuk membebaskan Irian Barat.
Kapal produksi Daesun Shipbuilding and Eng.Co.Ltd Pusan Korea Selatan ini tiba di Indonesia 21 September 2003.
Seiring dengan kebutuhan TNI AL secara umum dalam menjalankan tugas-tugas negara, TNI AL memesan 2 unit kapal yang menyerupai kapal ini dan telah beroperasi dan diberi nama KRI Surabaya dan KRI Makassar.
Nama dr. Soeharso diambil dari nama seorang dokter orthopedi (dokter ahli bedah tulang) yakni Prof. dr. Soeharso nama yang sama dengan nama rumah sakit orthopedi dan rehabilitasi di Solo.
Ia telah banyak berjasa selama masa perjuangan kemerdekaan membantu menolong dan merehabilitasi pejuang yang mengalami cacat anggota gerak tangan dan kaki akibat peperangan.
Kapal ini berbobot 11.394 ton kosong dan 16.000 ton berisi penuh.
Kapal sepanjang 122 meter, lebar 22 m, dan draft 4,9 m ini mempunyai geladak yang panjang dan luas sehingga mampu mengoperasikan dua buah helikopter sekelas Super puma sekaligus.
Kapal ini juga dilengkapi sebuah hanggar untuk menampung helikopter satu lagi dan juga melakukan perawatan terhadap helikopter.
Sebagai kapal rumah sakit, telah disediakan 1 ruang UGD,1 ruang ICU,1 ruang post operasi (RR), 3 ruang bedah (2 steril, 1 non steril), 6 ruang poliklinik, 14 ruang Penunjang Klinik dan 2 ruang perawatan dengan kapasitas masing-masing 20 tempat tidur.
Kapal ini memiliki 75 anak buah kapal (ABK), 65 staf medis dan mampu menampung 40 pasien rawat inap.
Jika dalam keadaan darurat, KRI DR Soeharso juga dapat menampung 400 pasukan dan 3000 penumpang.
Dalam fungsinya sebagai kapal angkut, kapal ini mampu mengangkut 14 truk/tank dengan bobot per truk/tank 8 ton, 3 helikopter tipe Super Puma, 2 Landing Craft Unit (LCU) tipe 23 M dan 1 hovercraft.
Persenjataan, kapal ini dilengkapi senjata 2 pucuk meriam Penangkis Serangan Udara (PSU) Rheinmetall 20mm
Tenaga penggeraknya adalah mesin diesel.
5. KRI Pulau Rimau 724
KRI Pulau Rimau 724 (atau sebelum masuk ke Indonesia bernama Bitterfeld-332 M 2672) adalah kapal perang milik TNI AL bernomor lambung 724 buatan pabrik Jerman Timur Peenewerft Wolgast pada tahun 1972.
Pada tahun 1990-an, kapal perang tersebut masuk ke Indonesia setelah dibeli oleh B.J Habibie beserta dengan 39 kapal perang bekas Jerman Timur lainnya yang terdiri dari 16 korvet, 14 Landing Ship Tank (LST) dan sembilan penyapu ranjau bedasarkan Inpres 3/1992 tertanggal 3 September 1992.
Setelah masuk ke Indonesia, kapal perang tersebut dinamai dengan nama "Pulau Rimau" yang merupakan kecamatan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
KRI Pulau Rimau 724 merupakan kapal perang berjenis kapal penyapu ranjau (Minesweeper) yang digunakan untuk memotong kabel penghubung ranjau laut dengan jangkar ranjau.
KRI Pulau Rimau (724) termasuk dalam tipe Kelas Kondor.
KRI Pulau Rimau (724) memiliki panjang kapal 56,79 meter, lebar kapal 7,78 meter, dan tinggi kapal 2,46 meter dengan bobot kapal sebesar 506,52 ton.
Secara umum KRI Pulau Rimau (724) memiliki spesifikasi yang hampir mirip dengan Kelas Kondor lainnya, seperti memiliki dua unit mesin diesel 2-shaft dan mampu menghasilkan tenaga 4.400 bhp.
Dengan mesin yang dimiliki, KRI Pulau Rimau (724) dapat melaju dengan kecepatan jelajah 18 knot.
Persenjataan KRI Pulau Rimau (724) yang dimiliki antara lain dua meriam 2M3 berlaras ganda kaliber 25 mm dan senapan mesin berat (SMB) berkaliber 12,7mm. (Bobby Koloway/Dewangga Putra Seta)