Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin yang meminta kepada penyidik KPK unsur Polri Stepanus Robin Pattuju (SRP) agar membantu mengurus perkara Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial di KPK.
Azis Syamsuddin dan Syahrial merupakan politisi Partai Golkar.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, permintaan Azis kepada Robin bermula saat pertemuan yang dilakukan mereka di rumah dinas Azis Syamsuddin.
Baca juga: MPR Minta Semua Pihak Pahami Pengetatan Persyaratan Perjalanan, Bagian dari Pengendalian Covid-19
Pertemuan tersebut terjadi pada Oktober 2020.
Menurut Firli, dalam pertemuan tersebut Azis Syamsuddin mengenalkan Robin sebagai penyidik KPK kepada Syahrial.
Saat itu, Syahrial tengah memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK.
"Dalam pertemuan tersebut, AZ (Azis) memperkenalkan SRP dengan MS karena diduga MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan di KPK agar tidak naik ke tahap penyidikan dan meminta agar SRP dapat membantu supaya permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK," ucap Firli di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (22/4/2021) malam.
Firli mengatakan, usai pertemuan di rumah dinas Azis, kemudian Robin memperkenalkan Syahrial kepada pengacara Maskur Husein untuk membantu permasalahan Syahrial.
Kemudian, ketiganya sepakat dengan fee sebesar Rp 1,5 miliar agar Robin membantu kasus dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai tak diteruskan oleh KPK.
Dari kesepakatan fee tersebut, Syahrial telah memberikan Rp 1,3 miliar baik secara cash maupun transfer.
"MS (Syahrial) menyetujui permintaan SRP (Robin) dan MH (Maskur) tersebut dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik RA (Riefka Amalia) teman dari saudara SRP, dan juga MS memberikan uang secara tunai kepada SRP hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp 1,3 miliar," ujar Firli.
Firli mengungkap, pembuatan rekening Bank atas nama Riefka Amalia dilakukan sejak Juli 2020 atas inisiatif Maskur.
Setelah uang diterima, Robin kembali menegaskan kepada Maskur dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK.
"Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH sebesar Rp 325 juta dan Rp 200 juta. MH juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp 200 juta sedangkan SRP dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp 438 juta," kata Firli.
Dalam kasus ini, KPK menjerat Stepanus Robin, Syahrial, dan Maskur sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di KPK.
Atas perbuatannya, Robin dan Maskur dijerat sebagai tersangka penerima suap, sementara Syahrial pemberi suap.
Robin dan Maskur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penyidik KPK Diduga Memeras, Polri Tunggu Penyidikan KPK Soal Pemecatan AKP Stepanus Robin
Aparat kepolisian masih menunggu proses penyidikan penyidik KPK asal Polri AKP Stepanus Robin Pattuju yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai Syahrial.
Karo Penmas Divisi Humas Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan hasil penyidikan yang dilakukan KPK nantinya menentukan nasib keanggotaan AKP Stepanus di institusi Polri.
"Kita lihat perkembangannya nanti. Sejauh mana dan akan dilakukan terus akan berproses kita tunggu saja," kata Rusdi kepada wartawan, Jumat (23/4/2021).
Baca juga: Kasus Suap Penyidik KPK Ikut Menyeret Nama Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, Ini Penjelasan Ketua KPK
Polri, kata Rusdi, menghargai proses internal yang tengah dilakukan KPK terlebih dahulu.
"Yang jelas kita menghargai proses sekarang yang sedang berjalan di KPK. Itu kita hargai, Polri menghargai itu. Kita tunggu saja proses yang sedang dilaksanakan di internal KPK," pungkasnya.
Sebelumnya, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri Stepanus Robin Pattuju resmi mengenakan rompi oranye bersama pengacara bernama Maskur Husain.
Baca juga: Firli Bahuri Sebut Penyidik KPK yang Terima Uang Punya Nilai di Atas Rata-rata
Keduanya ditahan usai dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial tahun 2020-2021.
Setelah merampungkan konferensi pers penetapan tersangka, Stepanus dan Maskur digiring petugas KPK menuju mobil tahanan pada pukul 23.24 WIB.
Stepanus yang berada di depan, berjalan dengan cepat. Ia enggan berkomentar terkait perkara yang menjeratnya. Stepanus juga terlihat menunduk.
Sementara Maskur yang mengekor Stepanus juga tidak membuka suara. Keduanya langsung menaiki mobil tahanan.
Baca juga: KPK Proses Etik Penyidik Asal Polri yang Terima Uang dari Wali Kota Tanjungbalai
Untuk kepentingan penyidikan, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, tim penyidik melakukan penahanan terhadap Stepanus dan Maskur masing-masing untuk 20 hari kedepan terhitung dimulai 22 April 2021 sampai dengan 11 Mei 2021.
"SRP ditahan pada Rutan KPK Gedung Merah Putih. MH ditahan pada Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur," kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (22/4/2021) malam.
Sebagai upaya antisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan rutan KPK, para tersangka akan lebih dahulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan KPK Kavling C1.
Sedangkan bagi tersangka M. Syahrial saat ini masih dalam proses pemeriksaan intensif. Wali Kota Tanjungbalai itu diperiksa di Polres Tanjungbalai.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Stepanus, Syahrial, dan Maskur Husain sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai tahun 2020-2021.
Suap diduga diberikan agar Stepanus bisa membantu supaya penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang menjerat Syahrial tidak ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh KPK.
Oknum Penyidik KPK Peras Walkot Tanjungbalai, Minta Uang Rp 1,5 Miliar, Iming-iming Kasus Dihentikan
Propam Polri menangkap AKP SR, oknum penyidik KPK yang diduga memeras Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial. Oknum penyidik KPK itu dikabarkan meminta uang hampir Rp 1,5 miliar kepada Syahrial.
Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo menyatakan, keterlibatan Propam Polri menangkap AKP SR lantaran penyidik KPK itu merupakan salah satu personel Polri yang ditugaskan sebagai penyidik KPK.
"Propam Polri bersama KPK mengamankan penyidik KPK AKP SR pada hari Selasa (20/04) dan telah diamankan di Divpropam Polri," kata Sambo saat dikonfirmasi, Rabu (21/4/2021).
Baca juga: Kadiv Propam Pastikan Beri Sanksi Oknum Penyidik KPK yang Diduga Memeras Wali Kota Tanjungbalai
Meski saat ini ditahan di Divpropam, Sambo menuturkan penyidikan kasus ini nantinya akan ditangani oleh KPK. Namun, Propam akan tetap terlibat dalam pemeriksaan salah satu personelnya tersebut.
"Selanjutnya penyidikan kasus tersebut dilakukan oleh KPK, namun demikian tetap berkoordinasi dengan Propam Polri," kata Sambo.
Sebelumnya informasi dugaan oknum penyidik KPK memeras Wali Kota Tanjungbalai beredar di kalangan awak media.
Baca juga: IPW: Kepercayaan Publik ke KPK Runtuh Saat Oknum Penyidik Peras Wali Kota Tanjungbalai Rp 1,5 M
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa oknum penyidik KPK itu meminta uang hampir Rp 1,5 miliar kepada Syahrial dengan iming-iming ia bakal menghentikan kasus yang kini menjerat Wali Kota Tanjungbalai itu.
Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean membenarkan bahwa pihaknya sudah menerima laporan dugaan pemerasan itu. Namun, laporan yang diterima Dewas KPK masih secara lisan.
”Laporan resmi belum diterima, tetapi informasi lisan sudah disampaikan,” kata Tumpak saat dikonfirmasi, Rabu (21/4).
Adapun Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron yang dihubungi melalui pesan singkat tak merespons saat dikonfirmasi mengenai kasus dugaan pemerasan oleh penyidik KPK ini.
KPK saat ini memang tengah menyidik kasus dugaan suap terkait lelang atau mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara pada tahun 2019. Menurut Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, pihaknya telah mengantongi dua bukti permulaan yang cukup.
Namun demikian kata Ali, konstruksi perkara dan para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka belum dapat disampaikan. Hal ini tak lepas dari kebijakan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang baru mengumumkan tersangka saat penahanan atau upaya tangkap paksa.
"Tim penyidik KPK masih akan terus melakukan pengumpulan alat bukti untuk melengkapi berkas perkara," ujarnya.
Pada waktunya nanti, kata Ali, KPK akan menyampaikan kepada masyarakat mengenai konstruksi perkara beserta alat buktinya. Selain itu bakal dibeberkan siapa yang telah ditetapkan sebagai tersangka berikut pasal sangkaannya.
Terkait kasus ini KPK pada Rabu (21/4) kemarin sudah memeriksa Sekretaris Daerah (Sekda) Tanjungbalai, Yusmada.
Pemeriksaan dilakukan di Polres Tanjungbalai. Penyidik KPK meminjam beberapa ruangan di Polres guna melakukan penyidikan. Yusmada dimintai keterangan oleh satu orang penyidik KPK di ruang Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Tanjungbalai.
Selain Yusmada, penyidik KPK kemarin juga memeriksa Kepala Badan Kepagawaian Daerah (BKD) Kota Tanjungbalai Abu Hanifah.
Kepada awak media, Abu Hanifah mengaku dirinya diperiksa terkait mutasi jabatan. Mutasi yang dimaksud diduga jual-beli jabatan di Pemko Tanjungbalai.
"Seputar mutasi jabatan," ucap Abu Hanifah di Mapolres Tanjungbalai.
Selain memeriksa para pejabat di lingkup Pemkot Tanjungbalai, penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di Tanjungbalai pada Selasa (20/4) kemarin.
Lokasi yang digeledah antara lain rumah pribadi rumah pribadi dan kantor Wali Kota Tanjungbalai Syahrial. Selain itu KPK juga melakukan pemeriksaan di ruang Sekda dan BKD Tanjungbalai.
Dihukum Seumur Hidup
Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri, AKP SR, dihukum seumur hidup.
Diketahui saat ini KPK tengah mengusut kasus korupsi di Pemerintahan Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara.
AKP SR, salah seorang penyidik yang menangani kasus tersebut diduga meminta Rp1,5 miliar ke Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial dengan dijanjikan akan menghentikan kasusnya.
Baca juga: IPW: Penyidik KPK yang Peras Wali Kota Harus Pakai Rompi Oranye dan Dipajang di Media
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan, jika dugaan pemerasan itu benar, maka AKP SR mesti dijerat dengan dua Pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni kombinasi Pasal 12 huruf e tentang tindak pidana pemerasan dan Pasal 21 terkait menghalang-halangi proses hukum.
"Tentu ketika dua kombinasi pasal itu disematkan kepada pelaku, ICW berharap Penyidik asal Polri yang melakukan kejahatan itu dihukum maksimal seumur hidup," kata Kurnia dalam keterangannya, Rabu (21/4/2021).
Dengan adanya peristiwa itu, Kurnia mengatakan KPK kini berada di ambang batas kepercayaan publik.
"KPK berada pada ambang batas kepercayaan publik. Praktis setiap waktu pemberitaan lembaga anti rasuah itu selalu diwarnai dengan problematika di internalnya sendiri," katanya.
"Mulai dari pencurian barang bukti, gagal menggeledah, enggan meringkus buronan Harun Masiku, hilangnya nama politisi dalam surat dakwaan sampai terakhir adanya dugaan pemerasan kepada kepala daerah," sambung dia.
Baca juga: Terungkap! Sosok Penyidik KPK yang Diduga Memeras Wali Kota Tangjungbalai Rp 1,5 Miliar
ICW menilai pengelolaan internal KPK sudah bobrok akibat regulasi terbaru.
Soalnya, akhir-akhir ini lembaga antirasuah itu malah diwarnai masalah internal.
"Selain karena rusaknya regulasi baru KPK, isu ini juga mesti diarahkan pada kebobrokan pengelolaan internal kelembagaan oleh para komisioner. Sepanjang hari ini, 21 April 2021, KPK diwarnai dengan isu dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Penyidik asal Polri kepada Walikota Tanjung Balai, Sumatera Utara," ujar Kurnia.
ICW juga menyebut KPK sejak dipimpin oleh Firli Bahuri, kinerjanya selalu dinilai negatif.
Hal itu menyebabkan turunnya kepercayaan publik kepada KPK, yang sebelumnya relatif tinggi.
"Sulit untuk dipungkiri, sejak Firli Bahuri dilantik sebagai Ketua KPK, praktis anggapan publik atas kinerja KPK selalu bernada negatif. Terbukti, dalam catatan ICW, sepanjang tahun 2020 setidaknya ada enam lembaga survei yang mengonfirmasi hal tersebut," sebut Kurnia.
"Tentu ini menjadi hal baru, sebab, sebelumnya KPK selalu mendapatkan kepercayaan publik yang relatif tinggi. Lagi-lagi, kekeliruan dalam kepemimpinan KPK ini akibat buah atas kekeliruan Presiden kala menyeleksi komisioner pada tahun 2019 lalu," imbuhnya.
Maka itu, ICW mendesak Kedeputian Penindakan KPK dan Dewan Pengawas harus segera menindaklanjuti dugaan pemerasan dengan melakukan klarifikasi dan penyelidikan lebih lanjut atas tindakan penyidik asal Polri itu.
"Jika kemudian tindakan pemerasan itu terbukti, maka KPK harus memproses hukum penyidik itu serta Polri juga mesti memecat yang bersangkutan dari anggota Korps Bhayangkara," tegas Kurnia.
IPW: Penyidik KPK yang Peras Wali Kota Harus Pakai Rompi Oranye dan 'Dipajang' di Media
Indonesia Police Watch (IPW) mendesak terduga pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai juga dikenakan rompi oranye dan dipajang di depan media massa.
Tujuannya, agar publik tahu persis penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga menjadi pemeras tersebut.
Hal itu disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (21/4/2021).
Baca juga: Penyidik Polri di KPK Peras Wali Kota Tanjungbalai, IPW: Runtuh Sudah Kepercayaan Publik
“Jika selama ini para terduga korupsi atau tersangka dikenakan rompi oranye dan dipajang KPK di depan media massa, IPW mendesak terduga pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai itu juga dikenakan rompi oranye dan dipajang di depan media massa,” ujar Neta.
Dia menilai kejahatan yang diduga dilakukan penyidik KPK itu lebih berat daripada korupsi yang dilakukan para koruptor. Sebab dia sudah meruntuhkan harapan publik pada KPK.
“Jika para elit KPK dengan meyakinkan bahwa mereka tidak akan menolerir penyimpangan dan memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu, IPW juga berharap KPK jangan menyembunyikan dan melindungi penyidiknya yang diduga melakukan pemerasan,” ucapnya.
Selain itu, kasus dugaan pemerasan Rp 1,5 miliar oleh penyidik KPK dari Polri terhadap Wali Kota Tanjungbalai harus menjadi pelajaran bagi para pimpinan maupun Dewan Pengawas KPK untuk mengevaluasi sistem rekrutmen personilnya, terutama untuk para penyidik.
Baca juga: IPW: Kepercayaan Publik ke KPK Runtuh Saat Oknum Penyidik Peras Wali Kota Tanjungbalai Rp 1,5 M
“IPW berharap, dalam kasus ini, KPK tidak sekadar memegang prinsip zero tolerance terhadap personilnya yang brengsek. Lebih dari itu, kasus ini perlu menjadi pelajaran bagi para pimpinan maupun Dewas KPK untuk mengevaluasi sistem rekrutmen personilnya, terutama untuk para penyidik,” ujar Neta.
Tujuannya, kata Neta, agar "citra seram" KPK itu tidak digunakan untuk menakut-nakuti dan memeras para pejabat di daerah maupun di pusat.
Propam Terlibat Penangkapan Oknum Penyidik KPK
Propam Polri menyatakan pihaknya turut serta mengamankan AKP SR yang merupakan oknum penyidik KPK yang diketahui memeras Walikota Tanjungbalai.
Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo menyatakan keterlibatan Propam Polri lantaran AKP SR merupakan salah satu personel Polri yang ditugaskan sebagai penyidik KPK.
"Propam Polri bersama KPK mengamankan Penyidik KPK AKP SR pada hari Selasa (20/04) dan telah diamankan di Div Propam Polri," kata Sambo saat dikonfirmasi, Rabu (21/4/2021).
Ia menuturkan penyidikan kasus ini nantinya akan ditangani oleh KPK. Namun, Propam akan tetap terlibat dalam pemeriksaan salah satu personelnya tersebut.
"Selanjutnya, penyidikan kasus tersebut dilakukan oleh KPK, namun demikian tetap berkoordinasi dengan Propam Polri," pungkas dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan pemerasan oleh oknum penyidik lembaga antirasuah.
Berdasarkan informasi dihimpun, terdapat oknum penyidik kepolisian di KPK yang meminta Rp1,5 miliar ke Bupati Tanjungbalai dengan dijanjikan akan menghentikan kasusnya.
Saat ini KPK tengah mengusut kasus korupsi di Pemkot Tanjungbalai.
"Saat ini KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana dimaksud dengan melakukan permintaan keterangan serta pengumpulan bukti permulaan lainnya," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Rabu (21/4/2021).
Dia mengatakan hasil penyelidikan akan ditindaklanjuti dengan gelar perkara segera pada forum ekpose pimpinan.
Firli pun menegaskan lembaga antirasuah tidak akan mentolerir penyimpangan dan memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu.
"Kami memastikan memegang prinsip zero tolerance," tegas Firli.
Diketahui, Wali Kota Tanjung Balai H. M. Syahrial diduga diperas sejumlah Rp1,5 miliar oleh oknum penyidik KPK dari kepolisian.
Penyidik ini disebut-sebut menjanjikan akan menghentikan kasus yang menjerat Syahrial.
Adapun saat ini KPK membuka penyidikan baru kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait lelang atau mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai Tahun Anggaran 2019.
"Benar, setelah menemukan dua bukti permulaan yang cukup, maka saat ini KPK sedang melakukan penyidikan dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait lelang atau mutasi jabatan di Tanjungbalai," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (21/4/2021).
Menurut penuturan Ali, KPK telah menjerat tersangka dalam kasus ini.
Namun, berdasarkan kebijakan Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri pengumuman status tersangka berikut kontruksi perkaranya akan disampaikan saat upaya paksa seperti penangkapan atau penahanan.
"Saat ini, kronologi mengenai uraian dan para pihak yang telah KPK tetapkan sebagai tersangka belum dapat kami informasikan kepada masyarakat," kata Ali.