TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif QSP (Qodari School of Politics) Muhammad Rahmad menilai sikap Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menekan pemerintahan Jokowi melalui konflik Israel-Palestina hingga membandingkan rekam jejak SBY dan Presiden Jokowi dalam mengatasi krisis di Palestina, adalah keliru dan hanya akan mempermalukan SBY.
"Demokrat kubu AHY tidak mengikuti perkembangan hubungan diplomasi Indonesia dengan Palestina dan dunia internasional. Indonesia secara gigih telah bicara ke OKI dan Dewan Keamanan PBB sebelum Demokrat kubu AHY bicara tentang Palestina," ujar Rahmad, yang juga juru bicara Partai Demokrat kubu Moeldoko, Jumat (14/5/2021).
Rahmad lantas menyebut sejumlah perhatian khusus yang diberikan Indonesia kepada Palestina.
Seperti halnya saat Indonesia berbicara di “Open Debate" Dewan Keamanan PBB terkait Palestina dan Timur Tengah, pada Kamis (23/4/2021) lalu.
Kala itu, Indonesia menyampaikan bahwa rencana Israel untuk aneksasi wilayah Tepi Barat Palestina tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga mengancam proses perdamaian Israel-Palestina dan stabilitas di kawasan
Indonesia juga telah mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera menghentikan rencana Israel tersebut.
Kemudian Presiden Jokowi di sesi debat umum Sidang Majelis Umum ke-75 PBB, tanggal (22/9/2020) lalu, telah menyampaikan pidato khusus tentang pentingnya Indonesia untuk terus konsisten memberikan dukungan kepada Palestina untuk mendapatkan hak-haknya.
"Perhatian khusus Indonesia dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina juga ditunjukkan ketika Indonesia menjadi Presiden Dewan Keamanan PBB dan Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB tahun 2019-2020," kata Rahmad.
Berlanjut, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, dalam kapasitasnya sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB pada bulan Mei 2019, menyampaikan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan Dewan Keamanan PBB terkait Palestina.
Baca juga: AHY Kecam Tindakan Pasukan Bersenjata Israel Terhadap Warga Palestina
"Pertama, pentingnya untuk memberikan perlindungan bagi penduduk sipil Palestina. Kedua, perlunya segera diambil langkah konkret untuk mengatasi situasi kemanusiaan di Palestina. Ketiga, proses perdamaian harus dimulai kembali. Untuk itu perlu segera dibentuk proses perdamaian yang kredibel, yang memastikan kesetaraan semua pihak dalam perundingan," jelasnya.
Di sisi lain, Rahmad menyebut Indonesia telah terpilih menjadi Presiden Dewan Keamanan PBB sebanyak dua kali berturut-turut, yakni tahun 2019 dan 2020.
Menurutnya, ini adalah prestasi tertinggi Indonesia sepanjang sejarah diplomasi di dunia Internasional. Prestasi ini diperoleh masa Pemerintahan Presiden Jokowi.
Indonesia juga pernah menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 2007-2008 (masa Pemerintahan SBY), namun belum dipercaya sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB.
"Upaya nyata lainnya yang dilakukan Pemerintahan Presiden Jokowi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, adalah disepakatinya Declaration on Palestine di Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada bulan April 2015 di Bandung. Indonesia berhasil mendapat dukungan negara-negara Asia dan Afrika terhadap perjuangan bangsa Palestina dalam rangka memperoleh kemerdekaannya dan upaya menciptakan two-state solution," ujarnya.