Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA—Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Agus Rahardjo mendorong Komisi aparatur sipil negara (ASN) untuk mengevaluasi pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai lembaga antirasuah menjadi ASN.
Hal itu disampaikan Agus dalam Konferensi Pers Virtual: Menelisik Pelemahan KPK melalui Pemberhentian 75 Pegawai, seperti disiarkan langsung di Channel Youtube Sahabat ICW, Senin (17/5/2021).
“Perlu ada pihak yang independen yang mencoba mengevaluasi tes ini. Sekarang kita punya yang namanya komisi ASN yang kabarnya dia juga independen,” ujar mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) ini.
Komisi ASN menurut dia, bisa menelusuri pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal TWK kepada pegawai KPK itu apa benar seperti yang beredar di media sosial atau tidak.
Baca juga: Agus Rahardjo: Kenapa Khusus untuk Pegawai KPK, Pertanyaannya Berbeda dengan Tes ASN yang lain?
“Dalam kekeruhan semacam ini, ada baiknya komisi ASN ini turun. Supaya lebih fair supaya orang bisa lebih percaya, bisa dibantu dengan teman-teman yang memahami tentang materi materi tes wawasan kebangsaan,” jelasnya.
Karena kata dia, sejauh ini antar pihak penyelenggara TWK kepada pegawai KPK masih saling lempar tanggung jawab terkait pembuatan soal-soal tesnya.
“Kalau kita lihat diperdebatan di media sosial itu, awalnya antara Kementerian PAN-RB, BKN dan KPK saling lempar tanggungjawab, ‘saya nggak buat soalnya.’ Kemudian akhirnya dijelaskan soalnya dibuat dengan melibatkan banyak instansi,” ucapnya.
Komisi ASN menurut dia, perlu melakukan evaluasi karena ada perbedaan TWK kepada pegawai KPK dibandingkan dengan ASN-ASN yang lain.
Baca juga: Sebagian Anggota Dewas dan Pimpinan KPK Dianggap Tak Kompeten
Agus mengatakan karirnya dimulai dari ASN yang sebelumnya disebut dengan istilah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Status ASN itu masih melekat pada dirinya hingga mencapai puncak karir sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Sejak menjadi ASN pada 1986, Agus mengaku belum pernah mengetahui ada tes wawasan kebangsaan yang isinya seperti yang diajukan kepada pegawai KPK.
“Saya itu dari mulai tahun 1986 menjadi ASN, namanya PNS dulu, sekarang aparatur sipil negara namanya. Jadi saya lalui itu mulai golongan IIIA sampai terakhir mentok IVE. Jabatan juga mulai Kasi, direktur sampai menjadi kepala lembaga LKPP, saya kok belum pernah mendengar, belum pernah tahu ada tes wawasan kebangsaan yang isinya seperti yang beredar di media sosial,” ujar Agus.
Dia menilai aneh ketika tes wawsasan kebangsaan itu sampai menanyakan mengenai doa qunut dan sebagainya.
“Bagi saya kok aneh ya wawasan kebangsaan kemudian jadi tanya mengenai apa doa qunut,” ucapnya.
Menurut dia, ada perbedaan pertanyaan yang diajukan tes wawasan kebangsaan kepada pegawai KPK yang mau alih status dengan CPNS. Belum lagi materi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah aneh dan tidak memiliki relevansi dengan wawasan kebangsaan.
“Kok aneh, padahal mestinya kalau kita tes wawasan kebangsaan, nggak boleh membeda-bedakan antara ASN, maupun pegawai KPK yang mau masuk,” tegasnya.
“Kan tidak boleh untuk pegawai KPK yang mau jadi ASN, tesnya dibedakan. Sudah berbeda kemudian kabarnya materinya sangat aneh. Kalau menurtu saya diskriminatif ini,” jelasnya.
“Jadi pertanyaan saya itu, kenapa khusus yang untuk KPK ini pertanyaannya berbeda dengan tes ASN-ASN yang lain?” demikian ia mempertanyakan.
Pegawai KPK Beberkan Kejanggalan-Kejanggalan TWK yang Tak Luluskan 75 Orang
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai lembaga antirasuah menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Pegawai yang bertugas sebagai Fungsional Peran Serta Masyarakat KPK itu adalah Benydictus Siumlala termasuk. Ia termasuk 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sehingga dia tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan.
Dia mengatakan kejanggalan pertama itu terkait sosialisasi TWK itu sendiri yang waktunya sangat pendek, yakni hanya sepekan sebelum tes digelar.
“Saya sampaikan dulu bahwa tes ini sebenarnya agak mendadak,” ujar Benny, demikian sapaan akrabnya dalam Diskusi Daring ” Tinjauan Kritis Tes Wawasan KebangsaanPengawai KPK: Kemana Arah Kebangsaan Kita?,” seperti disiarkan langsung di Channel YouTube Sahabat ICW, Minggu (16/5/2021).
“Jadi kami diberitahu itu kurang lebih hanya satu minggu sebelum tes dilaksanakan. Memang sebelumnya, ada kayak desas-desus, kabar burung beredar di kantor itu bahwa akan ada tes. Tesnya bentuknya CPNS, makanya banyak dari kami, dari temen-temen yang lain juga kemudian cari-cari contoh soal CPNS, TWK,” tutur Beny.
Bahkan dia menjelaskan e-mail kartu ujian yang masuk ke pegawai KPK dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) tanpa sepengetahun bagian SDM lembaga anti-rasuah.
“Ada e-mail masuk dari BKN, kami harus ngeprint kartu ujian. Tetapi kemudian ditarik kembali karena ternyata belum kordinasi dengan SDM KPK. Kemudian SDM mengirim e-mail susulan, memberitahu pegawai jangan diisi dulu.”
“Keesokan harinya kayaknya sudah koordinasi, maka datang lagi e-mail yang baru dari BKN tentang kartu ujian yang sama. Lalu kami ngeprint kartunya,’ jelasnya.
Di kartu ujian tersebut, kata dia, tertulis tesnya adalah TWK.
Namun kenyataannya tes yang dilakukan adalah tes Indeks Moderasi Bernegara.
“Jadi sampai kami ngeprint kartu tes pun, kita belum tahu bahwa yang akan kita jalankan adalah tes Indeks Moderasi Bernegara yang sebenarnya biasanya dipakai TNI Angakatan Darat. Kamis masih tahunya itu adalah TWK,” ucapnya.
Pada hari H, kata dia ternyata soal-soal yang diajukan ternyata sangat berbeda dengan contoh-contoh soal TWK untuk tes masuk CPNS yang banyak disajikan di internet.
“Yang kami alami kemudian di hari tes itu sama sekali berbeda dengan contoh-contoh latihan soal yang beredar. Dari situ baru kita tahu bahwa tesnya adalah Indeks Moderasi Bernegara. Sementara kalau kita googling tidak ada contoh soal Moderasi Bernegara,” jelasnya.
Kemudian saat tes wawancara, kepada pegawai KPK yang perempuan muncul pertanyaan-pertanyaan yang dinilai tidak ada kaitannya dengan wawasan kebangsaan, seperti kenapa belum menikah dan lainnya.
“Lalu muncul pertanyaan-pertanyaan kenapa belum menikah? Apakah masih punya hasrat atau tidak? Umur segini kenapa belum menikah? Apakah kamu tahu apa itu freesex? Dan pertanyaan lainya yang bagi sebagian dari kami itu sama sekali tidak menggambarkan wawasan kebangsaan,” ujarnya.
Beny juga mengalami sendiri muncul pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya juga tidak ada korelasinya sama sekali dengan wawasan kebangsaan.
Kejanggalan berikutnya, dia menjelaskan terjadi pada proses wawancara yakni ada sebagian pegawai KPK diwawancarai dua penguji, sementara yang lain oleh satu orang.
“Ada sedikit ketika wawancara, sebagian dari kami diwawancara oleh dua orang, sementara sebagian besar lainnya diwawancarai satu orang,” ucapnya.
“Kemudian setelah kita saling bertukar pengalaman dan data, ternyata sebagain besar yang diwawancarai oleh dua orang ini tidak lulus. Walaupun ada juga yang diwawancara oleh satu orang tidak lulus. Tetapi persentasenya lebih besar yang tidak lulus berasal dari yang diwawancarai dua orang. Kemudian muncul pertanyaan kenapa ada satu orang dan dua orang,” jelasnya.(*)