TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pentolan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab menangis saat membacakan pleidoi atau nota keberatan atas tuntutan jaksa penuntut umum dalam kasus kerumunan Petamburan dan Megamendung.
Rizieq menangis saat menceritakan bagaimana dirinya mendapatkan pencekalan sehingga tidak bisa pulang ke Indonesia.
Awalnya Rizieq menyebut kasus kerumunan yang menjerat dirinya merupakan perkara politik yang dibungkus dengan hukum.
Ia menuding dirinya diusut dalam kasus kerumunan Petamburan dan Megamendung karena ada dendam politik kelompok oligarki yang gusar ketika Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kalah di Pilkada DKI 2017.
Hal itu disimpulkan Rizieq setelah mengikuti proses hukum kasus ini mulai dari panggilan polisi hingga berujung sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
"Saya semakin percaya dan yakin ini adalah kasus politik yang dibungkus dan dikemas dengan kasus hukum," kata Rizieq membacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (20/5/2021).
Rizieq kemudian menjelaskan bahwa kasus ini masih ada kaitannya dengan Aksi Bela Islam 411 dan 212 pada 2016 lalu.
Saat itu terjadi aksi turun ke jalan menuntut proses hukum Ahok yang terjerat kasus penistaan agama.
"Saat itu umat Islam Indonesia bersatu menuntut Ahok Si Penista Agama diadili karena telah menistakan Alquran. Kemudian berlanjut ke Pilkada 2017 di Ibukota Jakarta. Ketika itu Ahok si Penista Agama menjadi salah satu calon Gubernur Jakarta yang didukung penuh para oligarki yang saat itu sukses menggalang dukungan mulai dari Presiden dan para menterinya, hingga Panglima TNI dan Kapolri serta jajarannya, serta juga seluruh ASN (Aparatur Sipil Negara) di Ibu Kota Jakarta yang diwajibkan untuk memilih Ahok," papar Rizieq.
Menurut Rizieq, Ahok pada saat itu mendapat sejumlah dukungan. Bahkan ia menyebut banyak buzzer yang secara terus menerus menyerang siapa saja yang tidak mendukung Ahok.
"Juga pengerahan para dukun dan paranormal untuk minta bantuan kekuatan gaib, dan pengerahan gerombolan preman untuk mengintimidasi masyarakat, belum lagi penerbitan fatwa-fatwa sesat dan menyesatkan dari ulama gadungan yang mendukung Ahok dengan memutar-balikkan ayat dan hadits serta memanipulasi hujjah dan korupsi dalil, di samping itu juga ada siraman dana besar-besaran dari para cukong oligarki," papar dia.
"Sikap politik saya dan umat Islam yang ikut Aksi Bela Islam 411 dan 212 pada 2016 sangat jelas, bahwa kami tidak mau seorang penista agama yang bersikap arogan dan korup, serta sering berucap-kata kasar dan kotor, sekaligus menjadi kepanjangan tangan para oligarki menjadi Gubernur Ibukota Jakarta, apalagi Jakarta adalah wilayah mayoritas muslim yang agamis dan religius, sehingga kami sepakat berkomitmen untuk berjuang mengalahkan Ahok di Medsos dan Pilkada serta pengadilan secara konstitusional," ungkap Rizieq.
Menurut Rizieq, hal itu yang membuatnya kemudian menjadi target kriminalisasi. Bahkan ia mengaku menjadi target rekayasa kasus sejak 2017.
Alhasil, Rizieq kemudian mengaku memilih hijrah ke Arab Saudi untuk menghindarkan konflik horizontal.