TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua kali kalah, pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel), Sumatera Utara, nomor urut 3, Hasnah Harahap-Kholil Jupri Harahap, kembali menggugat.
Paslon Hasnah-Kholil kalah pada pilkada normal pada 9 Desember 2020 dan pemungutan suara ulang (PSU) pada 24 April 2021.
Bersamaan dengan itu, paslon nomor urut 2 H. Edimin-Ahmad Padli Tanjung, berturut-turut menang dua kali.
Kini, laporan kedua Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada Labusel 2020 yang diajukan Hasnah-Kholil sedang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Jumat (28/5/2021) besok, sidang lanjut ke pembuktian.
Tim kuasa hukum termohan KPU Labusel, Andi Syafrani mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah memprediksi akan ada sidang lanjutan (pembuktian), dan mereka pun sudah siap menjalani sidang tersebut.
Pasalnya, masih ada celah bagi pemohon (Hasnah-Kholil) untuk mengajukan gugatan terkait hasil PSU.
Pemohon bisa memenuhi dua syarat administrasi atau formil, yaitu Pasal 158 tentang ambang batas penyelesaian sengketa pilkada, dan Pasal 157 mengenai tengkat waktu pelaporan pasca rekaputulasi akhir.
Namun, Andi Syafrani optimis termohon dalam hal ini KPU Labusel kembali memenangkan sengketa Pilkada Labusel tahun 2020.
Alasan pertama, permohonan pemohon (Hasnah-Kholil) tidak terkait ruang lingkup KPU sebagai penyelanggara.
Artinya, dalil yang diadukan tidak terkait pilkada (PSU).
"Kalau dilihat dari dalil-dalilnya, tidak ada satu pun yang menyangkut kinerja maupun kewenangan KPU, artinya memang secara faktual pemohon pun mengakui bahwa PSU sudah berjalan dengan baik, tidak ada masalah. Tidak ada juga laporan yang disampaikan oleh pemohon kepada Bawaslu, maupun kandidat-kandidat lainnya," ujar Andi Syafrani.
"Nah itu satu, jadi kita yakin bahwa posisinya ini tidak bicara apa yang telah terjadi pada saat pemungutan dan perhitungan suara. Nah, yang dipersoalkan kan ada tuduhan intervensi dari perusahaan, tentu itu bukan kewenangan KPU," sambungnya.
Kedua, tuduhan intervensi juga masih perlu dibuktikan. Alasannya, dari keterangan pihak terkait (Edimin-Padli), yang diduga melakukan intervensi dengan insial "JS" adalah warga luar Labusel, dan lokasinya juga bukan di Labusel. Serta, yang bersangkutan tidak terkait dengan tim Edimin-Padli.