Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Andre Rahadian, mendesak pimpinan KPK, Kepala BKN hingga Presiden Joko Widodo untuk mempertahankan seluruh pegawai KPK yang tidak lulus asesmen TWK agar tetap bekerja di lembaga antirasuah.
Ia menilai, polemik tidak lulusnya 75 pegawai KPK termasuk penyidik senior Novel Baswedan serta Harun Al Rasyid dalam TWK akan berdampak terhadap menurunnya kinerja pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Dengan begitu kata dia, dikhawatirkan akan berpengaruh pada menurunnya Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia.
Pernyataan itu diutarakan Andre dalam diskusi virtual Forum Diskusi Salemba (FDS) dengan tema 'Menimbang Tes Wawasan Kebangsaan KPK: Prospek Penegakan Anti Korupsi ke Depan?', Sabtu (29/5/2021).
Baca juga: Respons Kepala BKN Sikapi Niat Mantan Direktur KPK Layangkan Somasi Terkait TWK
"Tidak lulusnya para pegawai KPK dalam TWK menyebabkan menurunya performa KPK gitu, yang berakibat pada penurunan Indeks Persepsi Korupsi," jelas Andre dalam sambutannya.
Lanjut kata Andre, menurunnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia merupakan dampak langsung dari penurunan performa dari KPK.
Hal tersebut menurutnya sangat relevan dengan isu tidak lolosnya pegawai KPK dalam TWK.
Untuk itu, pihaknya dalam hal ini ILUNI UI berkomitmen untuk mengawal isu ini.
"ILUNI UI melalui Policy Center akan mencoba memberikan solusi berupa policy brief sebagai masukan dalam menguatkan lembaga antikorupsi di Indonesia,” katanya.
Baca juga: Pegawai KPK Akui Pernah Menjalani Tes Wawasan Kebangsaan Bersama Kopassus Selama 48 Hari
Dalam acara yang sama, dosen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB UI) sekaligus Aktivis Anti Korupsi Faisal Basri menyoroti sengkarut 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK merupakan upaya pelemahan KPK yang disusun secara sistematis.
Sebab dirinya, dalam keputusan pemecatan 51 dari 75 pegawai KPK ada peran besar yang mengendalikan putusan tersebut.
“Ada orang orang-orang tidak ingin KPK independen. Jangan lupa korupsi adalah musuh bersama. Jangan patah arang, kita membayar pajak, dan kita tidak ingin uang kita masuk ke kantong para koruptor-koruptor itu,” ujarnya.
Baca juga: Pertanyaan Nyeleneh Dalam TWK KPK, Pegawai Diminta Jadi Istri Kedua Hingga Singgung Threesome
Lantas Faisal mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk terus menggenjot kajian-kajian akademis anti korupsi.
Sebab dirinya khawatir jika tidak dilakukan sedini mungkin maka yang akan terjadi di generasi mendatang keterpurukan Indeks Persepsi Korupsi dan Demokrasi Indonesia akan semakin menjadi.
"Penurunan Indeks Persepsi Korupsi dan Demokrasi di Indonesia menyebabkan utang negara naik, pengangguran meningkat, kemiskinan merajalela, dan kita bisa mengalami krisis ekonomi jika dibiarkan berlarut-larut," kata Faisal.
Diketahui, ada 75 pegawai KPK yang tak lolos asesmen TWK sebagai syarat alih status jadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dari 75 pegawai tak lolos TWK, berdasarkan rapat yang digelar pimpinan KPK bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), kemudian hanya 24 yang masih bisa dibina dengan pendidikan kedinasan.
Sementara 51 sisanya tidak bisa lagi bekerja di KPK
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.
“Yang 51 orang, ini kembali lagi dari asesor, ini sudah warnanya dia bilang, sudah merah dan ya, tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan,” kata Alexander dalam konferensi pers di kantor BKN RI, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).
Meski demikian, Alexander tidak menjelaskan lebih detail mengenai tolak ukur penilaian dan alasan kenapa pegawai KPK itu tidak dapat dibina.
Sementara, Kepala BKN Bima Haria Wibisana memaparkan tiga aspek terkait penilaian asesmen TWK.
Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUPN (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah).
“Untuk yang aspek PUPN itu harga mati. Jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian, dari aspek tersebut,” tegas Bima.