TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpukul imbas pandemi covid-19 juga menyusul adanya pembatalan keberangkatan jemaah haji yang ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 3 Juni 2021, biro penyelenggara ibadah haji dan umrah kini pusing tujuh keliling.
Opsi banting setir merambah bisnis lain pun dilakukan, salah satunya adalah bisnis kuliner.
Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Firman M. Nur mengatakan banyak biro yang saat ini beralih ke bisnis kuliner seperti usaha restoran dengan memanfaatkan aset berupa ruko yang dimilikinya.
Baca juga: Jemaah Gagal Berangkat, Menteri Muhadjir Jamin Dana Haji Aman, Tak Diinvestasikan ke Infrastruktur
Selain itu, ada juga yang merambah bisnis perdagangan termasuk ekspor dan impor.
"Ini adalah opsi untuk bisa bertahan, kami juga memanfaatkan jaringan dari anggota Amphuri dan melakukan pelatihan bagaimana membuat dan manajemen restoran juga pelatihan agar anggota familiar dengan usaha ekspor-impor," ujar Firman, Minggu (6/6/2021).
Baca juga: Pemerintah Pastikan Tidak Secuilpun Dana Haji Diinvestasikan ke Infrastruktur
Wakil Ketua Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Alfa Edison juga mengamini bahwa biro penyelenggara haji dan umrah tengah berjibaku untuk mencari alternatif pendapatan lain.
Dia memberikan gambaran, sejumlah biro menjalankan diversifikasi usaha dengan menjadi importir kurma, penjualan sepeda, hingga masuk ke bisnis tour dan travel domestik.
Alfa Edison memaklumi keputusan dari pemerintah melarang kegiatan ibadah haji. Akan tetapi katanya secara bisnis tidak adanya kegiatan haji sangat memukul biro perjalanan travel umrah dan haji.
Menurut Alfa, dalam setahun ini biro penyelenggara haji dan umrah nyaris tidak ada pendapatan.
Meski tak merinci, tapi Alfa menekankan bahwa biro menderita kerugian yang sangat besar karena tetap harus menanggung aktivitas operasional bulanan.
Sisi lain, dana yang sudah ditanamkan ke pihak maskapai penerbangan, pengurusan visa maupun perhotelan tidak semuanya bisa melakukan pengembalian dana (refund).
"Sangat besar (kerugian) saya nggak bisa kalkulasi. Tapi ya bisa dibayangkan, kami tidak ada pemasukan, biaya operasional bulanan tetap harus kami tanggung," kata Alfa.
Tidak hanya itu, biro penyelenggara haji dan umrah juga dituntut untuk bisa menjaga dana jemaah.
Dalam hal ini, Alfa menjelaskan bahwa untuk jemaah haji yang sudah melunasi pembayaran dan masuk kuota pemberangkatan, dana yang dibayarkan jamaah sudah aman berada di BPKH.
Sedangkan untuk jemaah umrah, dananya dikelola oleh penyelenggara.
Sebagian di antaranya, juga sudah didistribusikan oleh biro kepada maskapai penerbangan, hotel, dan pengurusan visa.
Masalahnya, pihak biro penyelenggara umrah sendiri belum bisa seluruhnya mendapatkan refund dari pihak-pihak tersebut.
"Tapi kalau jemaah masih bersabar untuk berangkat pada new normal, nanti ketika dibuka penyelenggara ibadah umrah, saya kira itu masih bisa diberangkatkan, tidak ada persoalan," jelas Alfa.
Dana cadangan perusahaan pun lanjut Alfa juga sudah dipergunakan oleh biro travel umrah dan haji. Entah, bisa bertahan sampai kapan.
Karena itulah Alfa meminta pemerintah Indonesia bisa melakukan lobi dan memfasilitasi pemberangkatan umrah. Alfa mengestimasikan, paling tidak pada bulan Muharram atau sekitar bulan Agustus, penyelenggaraan umrah bisa kembali aktif dilakukan.
Baca juga: Cara dan Prosedur Pengembalian Dana Haji Reguler dan Khusus
Baca juga: Jemaah dari Ponorogo dan Jawa Timur Harus Menunggu 31 Tahun untuk Menunaikan Ibadah Haji
Baca juga: Ibadah Haji Ditunda, Di Bondowoso Ada 636 Calon Jamaah Gagal Berangkat
"Kami berharap dengan tidak adanya pemberangkatan haji lagi tahun ini, pemerintah mampu untuk melakukan lobi-lobi atau memberikan peluang agar umrah bisa terselenggara," ujarnya.
Alfa juga memastikan kesiapan penyelenggaraan umrah sesuai dengan ketentuan protokol kesehatan (prokes) saat masa new normal.
"Kondisi apa pun di new normal memang harus mengikuti prokes dan tahapannya, Insha Allah kita siap," ujarnya.
Pemerintah lanjutnya juga diharapkan bisa mengucurkan insentif bagi biro penyelenggara haji dan umrah.
Dari sisi administrasi, misalnya, pemerintah diminta memberikan keringanan perpanjangan izin, sertifikasi dan akreditasi.
Termasuk yang terkait dengan biaya-biayanya, seperti nilai bank garansi yang harus disetorkan oleh biro penyelenggara haji dan umrah.
Pasalnya, untuk penyelenggaraan umrah, bank garansi yang harus disetorkan biro sebesar Rp 200 juta, sedangkan untuk penyelenggaraan haji senilai Rp 500 juta.
"Paling tidak pemerintah memberikan keringanan hal-hal yang seperti itu. Hal hal yang bisa menjadi mitigasi untuk meringankan beban penyelenggara haji dan umrah harus secara intensif dibicarakan lebih lanjut," kata Alfa.
Insentif lain yang juga dibutuhkan ialah pemberian pinjaman lunak. Termasuk stimulus dari perbankan, khususnya Bank Syariah seperti pinjaman rekening koran.
Selanjutnya, Alfa juga meminta agar pemerintah bisa memfasitasi pengembalian dana yang sudah didistribusikan biro kepada pihak-pihak terkait, misalnya kepada maskapai penerbangan.
Hal ini dinilai penting untuk bisa memfasilitasi jemaah yang memang ingin me-refund dana yang sudah disetorkan.
"Kami juga minta pemerintah bisa memfasilitasi. Ya ada good will dari pemerintah untuk menyelesaikan hal-hal yang masih menggantung itu," terang Alfa.
Keluhan senada juga dilontarkan Firman M. Nur, ia juga berharap ada stimulus dan insentif dari pemerintah yang bisa dikucurkan agar biro travel haji dan umrah bisa terus survive.
"Sungguh sangat berat, karena ini sudah tahun kedua. Setelah kebijakan pembatalan haji ini, kami berharap kepada pemerintah agar segera memberikan stimulus dan kebijakan insentif lainnya, yang membuat lebih ringan bagi kami dalam melanjutkan usaha," ungkap Firman.
Baca juga: Kemenag Sebut Keputusan Pembatalan Haji Tidak Terburu-buru
Secara garis besar, ada dua insentif yang diusulkan. Pertama, pemberian pinjaman lunak. Kedua, insentif dalam bentuk program.
Misalnya yang dapat diberikan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif agar ada kerjasama dalam penyelengaraan paket tour dan travel atau wisata halal, khususnya untuk domestik.
"Penyelenggaraan ibadah umrah dan haji ini berhubungan erat denagn ekonomi umat. Kami berharap pemerintah bisa concern memberikan kebijakan langsung yang dapat meringankan kami dalam menjalankan usaha ke depan, khususnya dalam pandemi ini," terang Firman yang juga merupakan Direktur Utama dari Maghfirah Travel.(Tribun Network/ktn/wly)