Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan Presiden Joko Widodo sudah beberapa kali berupaya menghentikan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satunya dengan menerbitkan Perppu untuk membatalkan rencana revisi UU KPK beberapa waktu lalu.
Namun, Mahfud mengungkap upaya itu justru kandas karena dapat pertentangan atau terhalang restu dari DPR dan Partai Politik.
Terkait hal itu, anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat Didik Mukrianto mengatakan sebenarnya Presiden Jokowi memiliki hak prerogatif terkait Perppu dan tidak perlu persetujuan DPR.
"Bahwa berdasarkan Padal 22 ayat (1) UUD 1945, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga menegaskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Baca juga: ICW: Sudah Lebih 500 Hari KPK Tak Berhasil Ringkus Harun Masiku
Atas dasar itu, loud and clear Perppu menjadi hak prerogatif Presiden, dan tidak perlu persetujuan DPR saat pengeluaran Perppu," ujar Didik, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (7/6/2021).
Namun memang, kata Didik, berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU 12/2011, Perppu harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikut untuk mendapat persetujuan atau tidak dari DPR.
Akan tetapi, Didik mengatakan Presiden punya dasar untuk menggunakan hak prerogatifnya apabila menganggap bahwa pemberantasan korupsi sedang dalam kondisi yang bahaya karena dirasa UU yang ada, tidak mampu dijadikan pedoman, dan jika Presiden mengganggap kondisinya sangat mendesak dan pemberantasan korupsi dalam kegentingan yang memaksa.
Baca juga: Cerita Mahfud MD Sebut Jokowi Sempat Ingin Terbitkan Perppu KPK, tapi Terhalang Restu DPR dan Parpol
Politikus Demokrat itu menilai seharusnya Pemerintah tidak perlu ragu sedikitpun apabila syarat formil dan materiilnya terpenuhi.
Selain itu, menurutnya DPR juga akan sangat rasional dan tidak punya alasan untuk tidak mendukung setiap upaya penguatan pemberantasan korupsi, jika saatnya nanti DPR harus mengambil sikap terkait dengan standing Perppu.
"Terlalu prematur, jika Pemerintah sudah menilai sikap DPR terkait dengan Perppu karena kewenangan DPR untuk setuju atau tidak setelah Perppu dikeluarkan Presiden," jelas Didik.
"Apakah sikap pemerintah yang demikian adalah bagian keragu-raguan? Bisa jadi demikian, namun saya rasa jika Pemerintah dan Presiden yakin bahwa Pemberantasan Korupsi sedang dalam kondisi bahaya, atas nama negara dan pemerintah, Presiden harus berani mengambil keputusan dan langkah cepat, tepat dan terukur," tandasnya.
Baca juga: Polemik Pegawai KPK Jadi ASN Diharapkan Tidak Berlarut-larut
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD buka suara terkait polemik yang muncul di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini.
Mantan pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) ini ikut menyayangkan polemik 51 pegawai KPK yang dipecat karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).