"Sedangkan para orang kaya/konglomerat diberikan kebijakan tax amnesty, juga pajak 0% untuk PPnBM."
"Kebijakan seperti itu jelas sangat tidak adil dan tidak manusiawi, tidak sesuai dengan Pancasila pada sila ke 2 dan ke 5," beber HNW melalui keterangannya, Jumat (11/6/2021), dilansir Tribunnews.
Karena itu, HNW menilai pemerintah seharusnya lebih inovatif agar kewajibannya melindungi, memakmurkan, dan mencerdaskan rakyat Indonesia, dapat terpenuhi.
Ia pun menolak tegas jika wacana pajak sembako, juga menyasar sektor pendidikan swasta atau negeri, baik formal maupun informal.
Lebih lanjut, HNW mengingatkan DPR agar selalu mendengarkan aspirasi dan berlaku adil pada masyarakat.
"Dan DPR agar benar-benar mendengarkan aspirasi publik, menghadirkan keadilan dengan dan memastikan bahwa tidak ada revisi UU perpajakan yang tidak adil yang justru menambahi beban rakyat, seperti draft revisi RUU Perpajakan yang bocor dan beredar luas itu," pungkasnya.
Senada dengan HNW, Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, juga menilai wacana pajak semabako tak sesuai Pancasila dan cenderung menyengsarakan rakyat.
Baca juga: LP Maarif NU Tolak Rencana Penarikan Pajak Untuk Jasa Pendidikan
Baca juga: Pimpinan MPR Tegaskan Rencana Pajak Jasa Pendidikan Tidak Sesuai Pancasila
Tak hanya itu, menurutnya, wacana tersebut telah mencederai rasa keadilan.
"Ini kebijakan yang tidak Pancasilais karena mencederai rasa keadilan!"
"Dalam kondisi Pandemi seperti ini dapat semakin menyengsarakan rakyat," ujar Syaikhu, dalam keterangannya, Jumat (11/6/2021), dilansir Tribunnews.
"Ini keadilannya dimana jika benar bahwa sembako akan dipajaki?"
"Di saat yang sama, pengemplang pajak diampuni dengan tax amnesty, pajak korporasi diringankan, dan pajak mobil mewah dibebaskan?" tambahnya.
Syaikhu kemudian mengatakan, pemerintah harusnya berempati pada kondisi yang menghimpit rakyat, terlebih di tengah pandemi seperti saat ini.
Karena itu, ia meminta agar pemerintah benar-benar mengkaji dampak dan risiko kebijakan pajak sembako sebelum diwacanakan pada publik dan diajukan ke DPR RI.