Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ahli Hukum Perbankan Yunus Husein berpendapat, kasus High Yield Promissory Notes (HYPN) PT IndoSterling Optima Investa (IOI) tidak tepat jika dibawa ke ranah hukum pidana.
“Kalau bank gelap itu bukan begitu produknya, harus simpanan tabungan giro atau yang sejenisnya.
Nah kalau promosorry note kan jelas KUHD 174 (Kita Undang Undang Hukum Dagang), unsurnya jelas dan private placement utang piutang gitu,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Sabtu (12/6/2021).
Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia (UI) ini menjelaskan jika dilakukan secara bilateral dalam bentuk High Yield Promissory Notes (HYPN) maka akan dilakukan pelunasan dari pihak-pihak yang menyelenggarakan perusahaan.
"(Kondisi) krisis sekarang ini banyak yang susah bayar bunga dan para investor melaporkan penyelenggaranya sebagai bank gelap," kata Yunus.
Mantan pejabat di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini menjelaskan, HYPN bukan merupakan perbankan.
Perbankan merupakan suatu lembaga yang produknya harus simpanan dalam bentuk tabungan atau giro.
Baca juga: BPKH Optimstis Bisa Kejar Imbal Hasil Investasi 8 Persen Tahun Depan
"Kalau memang dilaporkan bank gelap, kenapa tidak dari dulu? Padahal sudah terima bunga cukup lama, kenapa baru sekarang?" kata Yunus mempertanyakan.
Menurutnya, pada kasus HYPN IOI ini sepatutnya tidak perlu dibawa ke ranah pidana. Ia menilai hal ini terlalu prematur.
"Apalagi jika langkah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sudah ada keputusan Promissory notes (PN)," kata alumnus International Legal Studies dari Washington College of Law, The American University, ini.
Sementara itu, jika nasabah membawa permasalahan ke hukum pidana maka akan merugikan kedua belah pihak.
"Kalaupun dipaksakan dipidana kreditur tidak bisa membayarkan cicilannya, semua akan berhenti.
Menang jadi arang kalah jadi abu," ucapnya.
Baca juga: Indosterling: Produk HYPN IOI Bukan Ranah Perbankan