News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Unik

Terjebak Kudeta, 200 Pengawal Bung Karno Sebulan Jadi Tahanan di Aljazair

Penulis: Febby Mahendra
Editor: cecep burdansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden RI Ir Soekarno sempat terjebak dalam perjalanan ke Aljajair gara-gara di negeri bekas jajahan Prancis itu terjadi kudeta. Bahkan pasukan pengamanannya, Tjakrabirawa sempat ditahan sebulan. Foto ini menunjukkan Ni Luh Putu Sugianitri, sosok Polwan dan Ajudan Terakhir Bung Karno bersama Soekarno.

TRIBUNNEWS.COM - KISAH unik berikut ini cerita mengenai bagaimana 200 personel Tjakrabirawa, sekarang bernama Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), ditahan selama satu bulan oleh pemerintah Aljazair gara-gara di negeri itu terjadi kudeta.

Bermula ketika dalam acara peringatan dasawarsa Konferensi Asia Afrika I digelar di Jakarta, April 1965, disepakati Algier, ibu kota Aljazair, menjadi lokasi Konferensi Asia Afrika II.

Pada saat itu pemerintah Aljazair memang sangat fanatik terhadap Bung Karno, panggilan akrab Presiden Soekarno.

Demi menjamin kesuksesan Konferensi Asia Afrika (KAA) II, Bung Karno mengirim satu kompi Tjakrabirawa bersenjata lengkap ke Aljazair.

Ketika itu Bung Karno tidak memasukkan Yugoslavia sebagai peserta, justru mengikutsertakan China yang tengah bertikai dengan India terkait Tibet.

Sebanyak 200 personel Tjakrabirawa dikirim ke Aljazair untuk membantu pengamanan acara KAA II. Di antara personel yang dikirim itu ada lima anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Bung Karno.

Pengiriman personel Tjakrabirawa dalam jumlah besar itu mengindikasikan Bung Karno ingin Indonesia menjadi pemain global.

Tim pendahulu (advanced team), dipimpin Kolonel CPM Harun, Asisten I Resimen Tjakrabirawa,  diterbangkan menggunakan pesawat Hercules.

Celakanya, beberapa saat setelah mendarat di Aljazair, advanced team tersebut ditangkap pemerintah setempat, dan senjatanya dilucuti.

Sementara pada 23 Juni 1965, pesawat Convair Jet 990-A Garuda Indonesia tinggal landas dari Bandara Kemayoran, Jakarta, menuju Aljazair, membawa Bung Karno bersama anggota delegasi Indonesia.

Sewaktu rombongan transit di Karachi, Pakistan, masuk laporan gedung yang sedianya akan dipakai untuk KAA II hancur akibat ledakan bom.

Tak pelak Bung Karno dan rombongan bingung, harus melanjutkan perjalanan, turun di Pakistan, atau balik kanan ke Jakarta.

Akhirnya Bung Karno memutuskan melanjutkan perjalanan ke Kairo, ibu kota Mesir, negara tetangga Aljazair, untuk melihat perkembangan berikutnya.

Sebenarnya, empat hari sebelum Bung Karno berangkat, 19 Juni 1965, terjadi kudeta di Aljazair.

Kekuasan Presiden Ahmed Ben Bella berakhir setelah digulingkan Kolonel Houari Boumedienne, Panglima Tentara Pembebasan Aljazair.

Tentu saja kudeta itu mengacaukan rencana KAA II yang dijadwalkan dimulai 25 Juni 1965.

Kolonel  Boumedienne menyatakan KAA II tetap jalan terus dan Bung Karno diharapkan menjadi tamu istimewa karena merupakan tuan rumah KAA I di Bandung.

Tak pelak, kudeta di Aljazair itu menjadi dilema bagi pemerintah Indonesia.

Manakala Bung Karno menghadiri KAA II dapat diartikan mengabsahkan pemerintahan Boumedienne, tetapi manakala memboikot berarti protes.

Para pejabat dan pembantu Bung Karno tidak mengetahui siapa Kolonel Boumedienne, apakah antek CIA (dinas rahasia AS) atau bukan.

Bung Karno kemudian menyatakan mendukung pemerintah baru Aljazair, setelah hal serupa dilakukan pemeritah Suriah.

Namun pada detik-detik terakhir menjelang hari H konferensi, gedung yang hendak dipakai untuk acara itu hancur lebur akibat bom waktu.

Baca juga: Orang Gila Masuk ke Pesawat Kepresidenan Bung Karno di Bandara Manila

Melewati perundingan alot

Ada dugaan kuat pelaku peledakan adalah agen rahasia Amerika Serikat (AS) untuk menggagalkan KAA II.

Menteri Luar Negeri China, Chen Yi, yang sudah telanjur mendarat di Algier, mengusulkan supaya  acara ditunda saja karena mereka datang ke Aljazair bukan untuk dibunuh.

Sementara pemerintah baru Aljazair mendapat kabar, di Jakarta telah terjadi kudeta terhadap Bung Karno dan pelakunya adalah pasukan Tjakrabirawa.

Tak mengherankan pemerintah Aljazair kemudian menahan personel Tjakrabirawa yang berada di negara itu.

Hampir sebulan mereka meringkuk dalam tahanan, sampai Kolonel Maulwi Saelan, Wakil Komandan Tjakrabirawa, menyusul ke Aljazair.

“Ketika  datang, kami disambut Presiden Ben Bella. Selang beberapa waktu, kami semua masuk penjara karena Presiden Ben Bella terguling. Kekuasannya dikudeta Panglima Angkatan Darat Kolonel Houari Boumedienne, yang tidak mau tahu kami ini siapa,” ujar seorang perwira Tjakrabirawa.

Derita personel Tjakrabirawa baru berakhir setelah melalui sebuah perundingan alot dengan rezim baru Aljazair. 

Maulwi Saelan berangkat ke Aljazair melalui Paris karena belum ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Aljazair.

Akhirnya semua anggota Resimen Tjakrabirawa dibebaskan dan diantar sampai Paris oleh Polisi Aljazair. Selanjutnya semua senjata dan barang-barang milik advanced team dikembalikan.

Hingga kekuasaan Presiden Soekarno berakhir pada 1967, KAA II tidak pernah dilaksanakan. Padahal saat terdampar di Kairo, Bung Karno mengusulkan pergantian KAA II menjadi Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika.

Dihadiri Bung Karno, Gamal Abdul Nasser (Presiden Mesir), Chou En Lai (Perdana Menteri China), dan Ayub Khan (Presiden Pakistan), diperoleh kesepakatan KAA II tetap dilaksanakan di Algier namun pelaksanaannya ditunda empat bulan kemudian, yaitu awal November 1965. (*)

*Dikutip dari buku ‘Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno’, penulis Aswi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F Isnaeni, dan MF Mukthi, Penerbit Buku Kompas, Cetakan Kedua 2014.

Baca juga: Lemparan Lima Granat Tak Mampu Membunuh Bung Karno di Cikini

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini