News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Unik

Terancam Jiwanya, Mochtar Kusuma-atmadja Dikawal Prajurit Seskoad hingga Bandara

Penulis: Febby Mahendra
Editor: cecep burdansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), mantan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) yang juga mantan Sekjen Partai Golkar, Sarwono Kusumaatmadja mengisahkan pengalaman pahit yang dialami kakaknya, Mochtar Kusuma-atmadja, dalam buku Rekam Jejak Kebangsaan, Mochtar Kusuma-atmadja yang ditulis Nina Pane. TRIBUNNEWS.COM/IST

“Kalau kamu tidak memberikan paspor kepada Mochtar, akan saya tembak.”

Alhasil paspor dinas akhirnya diterbitkan atas nama Mochtar Kusuma-atmadja.

Saat itu Mochtar harus berangkat sendiri ke Amerika Serikat, meninggalkan keluarga di Bandung.

Mochtar menitipkan istri dan anak-anaknya kepada ibu serta adik-adiknya yang ada di Bandung. Ia juga menitipkan keluarga kepada teman-teman nya.

Keberangkatan Mochtar sampai pesawat tinggal landas, mendapat pengawalan ketat dari personel Seskoad dan Jaksa Tinggi Priyatna Abdurrrasyid secara pribadi.  

Baca juga: Mochtar Kusuma-atmadja Menyingkir ke AS Seusai Dituduh Menghina Bung Karno

Kembali mengajar di Unpad

Di Amerika Serikat, Mochtar memperdalam dua ilmu hukum sekaligus, yaitu Hukum Perdata Internasional di Harvard Law School dan Hukum Dagang di University of Chicago Law School.

Belakangan istri dan anak Mochtar bisa menyusul ke Amerika Serikat.

Di Chicago, awalnya Mochtar belum memperoleh jatah apartemen karena belum ada yang kosong. Untuk sementara ia tinggal di sebuah kamar, di asrama yang sederhana, di belakang sebuah pompa bahan bakar minyak.

Keluarga Mochtar berangkat ke Amerika Serikat dan meninggalkan rumah dinas di Jl Teuku Angkasa No 38 Bandung, ketika sang kepala keluarga tengah kuliah dan tinggal di Chicago.

Ny Ida, panggilan Ny  Siti Khadidjah, istri Mochtar, dan dua anaknya, (Emir serta Sally)  terpaksa harus berhimpitan tinggal di kamar sempit.

Apalagi saat itu di Chicaco sedang berada pada puncak musimm dingin dan salju sangat tebal.

Mereka tidak membawa persiapan pakaian yang cukup tebal untuk mengitisipasi hawa dingin.

Alat pemanas di asrama juga kurang memadai untuk menghadapi cuaca itu.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini