“Di sini kami pertama kali melihat salju dan merasakan hawa dingin yang menusuk tulang,” ujar Sally.
Beruntung keadaan tersebut tak berlangsung lama, Mochtar segera memperoleh fasilitas apartemen yang cukup besar dan bagus di dekat kampus University of Chicago Law School.
Ketika di Chicago, Emir dan Sally bersekolah di sekolah dasar yang sama di dekat apartemen.
Mereka bergaul dengan anak-anak setempat tanpa kendala berarti. Meski tinggal di Amerika Serikat dan bergaul dengan orang lain menggunakan Bahasa Inggris, ketika berada di rumah keluarga Mochtar menggunakan Bahasa Indonesia.
Namun ketika membahas persoalan pribadi sebagai suami istri, Moochtar dan Ny Ida menggunakan Bahasa Belanda supaya anak mereka tidak ikut terlibat.
Menurut Sally dan Emir, selama tinggal di Chicago merupakan periode kehidupan keluarga yang sangat menyenangkan, mengesankan, dan membahagiakan.
Pada masa inilah keluarga Mochtar melewati hari-harinya secara normal seperti umumnya keluarga biasa.
Boleh dibilang mereka mengukir kenangan indah di Negeri Paman Sam itu.
Pada akhir masa studi Mochtar Kusuma-atmadja di Amerika (1965-1966), situasi politik di tanah air sudah berubah total.
Presiden Soekarno jatuh dan digantikan Soeharto, Partai Komunis Indonesia (PKI) telah dibubarkan.
Oleh karena itu Mochtar berani memulangkan keluarganya ke Bandung pada Februari 1967, sedangkan dirinya masih ada sejumlah urusan di AS.
Tatkala Mochtar tiba di Indonesia, gerakan mahasiswa Angkatan 66 masih berlangsung.
Ia ditawari untuk ikut terjun dalam gerakan Angkatan 66 yang berhasil menumbangkan Soekarno dan Orde Lama.
Namun Mochtar menolak dan mengatakan tugasnya adalah mengajar. Mochtar kembali mengajar di Unpad, yang saat itu rektor telah berganti dari M Sanusi Hardjadinata kepada Soeria Atmadja. (*)
*Dikutip dari buku ‘Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusuma-atmadja’, Penyusun Nina Pane, Penerbit Buku Kompas, Februari 2015.
Baca juga: Wamenlu: Mochtar Kusumaatmadja Telah Abdikan Diri untuk Nusa dan Bangsa