TRIBUNNEWS.COM - SEUSAI dituduh menghina Presiden Ir Soekarno (Bung Karno) dan dipecat dari jabatan sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Dr Mochtar Kusuma-atmadja SH, harus hijrah ke Amerika Serikat.
Banyak kisah unik menyertai kepindahan Mochtar ke Negeri Paman Sam, di antaranya ia mendapat pengawalan ketat dari sejumlah personel TNI yang bertugas di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) ketika terbang dari Bandara Kemayoran, Jakarta.
Mochtar Kusuma-atmadja SH, dikenal sebagai pakar hukum laut pertama di Indonesia dan mantan Menteri Luar Negeri RI di era Presiden Soeharto, berpulang pada Minggu (6/6/2021) , di usia 92 tahun. Ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman periode (1974-1978).
Masa-masa sulit dialami Mochtar seusai dipecat dari Unpad pada 6 November 1962. Praktis alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu hanya mendapat penghasilan dari mengajar di Seskoad dan Universitas Parahyangan (Unpar), sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung.
Penghasilan Mochtar tak cukup memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Ia mencoba membuka kantor pengacara/penasihat hukum (lawyer office) di Bandung, tapi tidak ada klien yang datang.
Kemungkinan besar tidak ada yang berani bersinggungan dengan Mochtar, saat ia berstatus di-persona non grata (orang yang tidak diinginkan) oleh pemerintah.
Kecuali di Seskoad, Mochtar betul-betul dikucilkan.
“Saya ingat, ketika saya dan Mochtar berjalan kaki di Braga (Jl Braga, pusat Kota Bandung), ada kenalan dari arah berlawanan yang sedang berjalan kaki juga. Begitu ia melihat Mochtar dari jarak 50 meter ia langsung menyeberang dan berbalik arah,” kenang Sarwono Kusumaatmadja, adik Mochtar yang pernah menjabat Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993).
Selain dikucilkan, Mochtar juga terancam keselamatan jiwanya karena menjadi target para kaki tangan PKI. Mereka menganggap Mochtar sosok berbahaya, meskipun telah dipecat dari Unpad, tetapi masih hidup bebas .
Karena alasan itulah Chairul Saleh, Wakil Perdana Menteri III, mempercepat proses keberangkatan Mochtar untuk melanjutkan belajar lagi di Amerika Serikat, pada 1964.
Proses keberangkatan Mochtar harus dilakukan secara diam-diam dan rahasia.
Selain Chairul Saleh, Mochtar juga dilindungi oleh Seskoad.
Sarwono mengungkapkan awalnya Kementerian Luar Negeri tidak mau mengeluarkan paspor dinas untuk Mochtar. Lalu ada tentara dari Seskoad mendatangi petugas Kementerian Luar Negeri seraya menodongkan pistol.
“Kalau kamu tidak memberikan paspor kepada Mochtar, akan saya tembak.”
Alhasil paspor dinas akhirnya diterbitkan atas nama Mochtar Kusuma-atmadja.
Saat itu Mochtar harus berangkat sendiri ke Amerika Serikat, meninggalkan keluarga di Bandung.
Mochtar menitipkan istri dan anak-anaknya kepada ibu serta adik-adiknya yang ada di Bandung. Ia juga menitipkan keluarga kepada teman-teman nya.
Keberangkatan Mochtar sampai pesawat tinggal landas, mendapat pengawalan ketat dari personel Seskoad dan Jaksa Tinggi Priyatna Abdurrrasyid secara pribadi.
Baca juga: Mochtar Kusuma-atmadja Menyingkir ke AS Seusai Dituduh Menghina Bung Karno
Kembali mengajar di Unpad
Di Amerika Serikat, Mochtar memperdalam dua ilmu hukum sekaligus, yaitu Hukum Perdata Internasional di Harvard Law School dan Hukum Dagang di University of Chicago Law School.
Belakangan istri dan anak Mochtar bisa menyusul ke Amerika Serikat.
Di Chicago, awalnya Mochtar belum memperoleh jatah apartemen karena belum ada yang kosong. Untuk sementara ia tinggal di sebuah kamar, di asrama yang sederhana, di belakang sebuah pompa bahan bakar minyak.
Keluarga Mochtar berangkat ke Amerika Serikat dan meninggalkan rumah dinas di Jl Teuku Angkasa No 38 Bandung, ketika sang kepala keluarga tengah kuliah dan tinggal di Chicago.
Ny Ida, panggilan Ny Siti Khadidjah, istri Mochtar, dan dua anaknya, (Emir serta Sally) terpaksa harus berhimpitan tinggal di kamar sempit.
Apalagi saat itu di Chicaco sedang berada pada puncak musimm dingin dan salju sangat tebal.
Mereka tidak membawa persiapan pakaian yang cukup tebal untuk mengitisipasi hawa dingin.
Alat pemanas di asrama juga kurang memadai untuk menghadapi cuaca itu.
“Di sini kami pertama kali melihat salju dan merasakan hawa dingin yang menusuk tulang,” ujar Sally.
Beruntung keadaan tersebut tak berlangsung lama, Mochtar segera memperoleh fasilitas apartemen yang cukup besar dan bagus di dekat kampus University of Chicago Law School.
Ketika di Chicago, Emir dan Sally bersekolah di sekolah dasar yang sama di dekat apartemen.
Mereka bergaul dengan anak-anak setempat tanpa kendala berarti. Meski tinggal di Amerika Serikat dan bergaul dengan orang lain menggunakan Bahasa Inggris, ketika berada di rumah keluarga Mochtar menggunakan Bahasa Indonesia.
Namun ketika membahas persoalan pribadi sebagai suami istri, Moochtar dan Ny Ida menggunakan Bahasa Belanda supaya anak mereka tidak ikut terlibat.
Menurut Sally dan Emir, selama tinggal di Chicago merupakan periode kehidupan keluarga yang sangat menyenangkan, mengesankan, dan membahagiakan.
Pada masa inilah keluarga Mochtar melewati hari-harinya secara normal seperti umumnya keluarga biasa.
Boleh dibilang mereka mengukir kenangan indah di Negeri Paman Sam itu.
Pada akhir masa studi Mochtar Kusuma-atmadja di Amerika (1965-1966), situasi politik di tanah air sudah berubah total.
Presiden Soekarno jatuh dan digantikan Soeharto, Partai Komunis Indonesia (PKI) telah dibubarkan.
Oleh karena itu Mochtar berani memulangkan keluarganya ke Bandung pada Februari 1967, sedangkan dirinya masih ada sejumlah urusan di AS.
Tatkala Mochtar tiba di Indonesia, gerakan mahasiswa Angkatan 66 masih berlangsung.
Ia ditawari untuk ikut terjun dalam gerakan Angkatan 66 yang berhasil menumbangkan Soekarno dan Orde Lama.
Namun Mochtar menolak dan mengatakan tugasnya adalah mengajar. Mochtar kembali mengajar di Unpad, yang saat itu rektor telah berganti dari M Sanusi Hardjadinata kepada Soeria Atmadja. (*)
*Dikutip dari buku ‘Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusuma-atmadja’, Penyusun Nina Pane, Penerbit Buku Kompas, Februari 2015.
Baca juga: Wamenlu: Mochtar Kusumaatmadja Telah Abdikan Diri untuk Nusa dan Bangsa