Penolakan keras juga dilontarkan perwakilan masyarakat yang mengaku kehidupan mereka tidak bergantung kepada proyek tambang, karena umumnya berprofesi sebagai petani.
Serta mempertanyakan potensi ancaman benca dari kegiatan PT DPM.
Mengingat keberadaan dari Bendungan Tailing yang dibangun berada sangat dekat dengan pemukiman penduduk.
"Tempat limbah kenapa dibuat dekat dari rumah rakyat, bagaimana kalau Bendungan Tailing itu pecah? Bagaimana kalau kami semua mati? Kami hidup bukan dari pertambangan, dikampung kami banyak penghasilan, semua tanaman bisa tumbuh di daerah kami, maka kami tidak membutuhkan tambang, kami sudah hidup aman disini," ujar Mariati br. Tohang.
Merespon kemelut terkait tambang PT. DPM itu, Komisi II DPR RI melalui panitia kerja (Panja) pertanahan.
Telah mengagendakan kunjungan kerja guna menyikapi permasalahan tersebut.
"Tanggal 17 juni tepatnya pada Kamis ini, kita akan melakukan kunjungan kerja. Untuk menindaklanjuti langsung terkait masalah tambang PT DPM ini termasuk masalah Penggunaan Lahan Hutan yang dikelola PT. GRUTI di Desa Parbuluan dan Sumbul Kabupaten Dairi yang di klaim masyarakat sebagai lahan pertanian mereka dan permasalahan tanah masyarakat dengan PTPN IV Bah Jambi di Kabupaten Simalungun," ujar Ketua Panja Tanah Komisi II DPR Junimart Girsang, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (15/6/2021).
Ditegaskannya, kunjungan kerja itu dilakukan setelah sebelumnya tanggal 5 April 2021, Komisi II DPR telah melakukan rapat dengar pendapat umum di DPR dengan para korban dan tokoh masyarakat disekitar tambang, masyarakat desa Parbuluan-Sumbul dan masyarakat Bah Jambi.
"Ini juga menindaklanjuti hasil rapat dengar pendapat umum yang sebelumnya telah kita lakukan bersama para korban dan tokoh masyarakat," jelasnya.