“Rencana membuat film tentang Ismail Marzuki ini sudah lama sekali dan kemarin sebelum pandemi sudah akan shooting, tapi terkendala lagi. Jika film yang ada unsur ‘love story’ Ini terwujud, saya tidak akan membuat film lain. Hanya satu film itu,”tegas Sekar.
Sebaliknya, novelis Asma Nadia yang banyak novelnya difilmkan, bahkan berseri, mengaku tetap ikngin terlibat dalam pembuatan film, tujuannya agar film yang diangkat dari novelnya ,sesuai dengan karakter cerita dan penonton puas. Bahkan, dia kerap diminta produser untuk mengusulkan siapa pemain yang pas dengan karakter cerita.
Dalam proses adaptasi novel ke film lanjut Asma Nadia, dirinya selalu mengingatkan agar unsur SARA jangan digambarkan dalam film, sebab kaan menimbulkan gelombang protes. “Jadi, sutradara, produser, penulis scenario selalau diskusi sebelum pembuatan film,” katanya.
Asma juga selalu bersaha untuk membantu bagaimana film yang diadaptasi dari karyanya ditonton.
“Saya sering lho bareng suami dan anak-anak promosi film dari karya saya. Ini bagian dari komitmen kita agar adaptasi juga menguntungkan semua,” tambahnya.
Sarasehan ketiga Satupena ini diikuti hamper 100 peserta. Forum ini dimaksudkan untuk meramaikan ajang pertemuan akbar para anggota Satupena untuk memilih pengurus baru.