TRIBUNNEWS.COM - Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro, dinilai tak sah merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama/Independen BRI meski aturan diubah.
Hal ini disampaikan Direktur Pusat Studi Konsultasi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.
Feri mengatakan, tidak sahnya Ari merangkap jabatan karena ia dilantik sebagai Rektor UI saat aturan lama masih berlaku.
Dilansir ui.ac.id, Ari dilantik sebagai Rektor UI periode 2019-2024 pada Desember 2019, menggantikan Muhammad Anis.
Ia kemudian ditunjuk menjadi Wakil Komisaris Utama melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BRI yang digelar pada 18 Februari 2020.
Baca juga: PP Rangkap Jabatan Rektor UI Diubah, Ahli: Yang Keliru Perilaku Pejabatnya, tapi Aturan yang Diubah
Baca juga: Rektor UI Kini Boleh Jadi Komisaris BUMN, Ini Perbedaan PP 68/2013 & PP 75/2021 soal Rangkap Jabatan
“Meskipun statuta diubah, yang jelas rangkap jabatan rektor UI tetap tidak sah karena diangkat dengan statuta yang lama,” kata Feri, saat dihubungi, Selasa (20/7/2021), dikutip dari Kompas.com.
“Batal demi hukum. Statuta yang baru tidak bisa diberlakukan surut,” imbuh dia.
Ia menambahkan, Ari bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena merangkap jabatan.
Hal ini berarti uang yang diterima Ari sebagai Wakil Komisaris BUMN harus dikembalikan.
Tak hanya itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) juga bisa memberhentikan Ari.
“Artinya, uang yang dia terima dari BUMN harus dikembalikan karena didapat dari rangkap jabatan atau senat UI/Menristekdikti memberhentikan rektor tersebut,” pungkasnya.
Mengutip Kompas.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah PP Nomor 68 Tahun 2013 menjadi PP Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI pada 2 Juli 2021.
Dalam PP Nomor 68 Tahun 2013 Pasal 35 (c) telah termuat aturan Rektor UI dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara atau daerah, maupun swasta.
Sementara dalam aturan yang direvisi, PP Nomor 75 Tahun 2021 Pasal 39 (c) mengatakan, "Rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta."