TRIBUNNEWS.COM - Advokat asal Surabaya, Muhammad Sholeh atau akrab disapa Cak Sholeh, mempertanyakan rujukan dasar hukum kebijakan PPKM.
Sholeh menyebut sejak awal mempelajari kebijakan PPKM, ia tidak menemukan rujukan dasar hukumnya.
"Kalau kita bicara pandemi, ada dua Undang-undang (UU) yang dipakai, yaitu UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan UU No 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular," ungkapnya kepada Tribunnews.com, Rabu (21/7/2021).
Dari Instruksi Mendagri mulai Nomor 15 hingga 22 yang kemarin, ancaman yang dicantumkan tetap menggunakan dua UU tersebut.
"Tetapi kalau kita baca UU Kekarantinaan Kesehatan, ada dua yang dipakai, yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Kekarantinaan Wilayah. Nah, PPKM itu tidak ada," ungkap Sholeh.
Baca juga: Mendagri Terbitkan Aturan Baru: Tak Lagi PPKM Darurat Tapi PPKM Level 4 Jawa-Bali
Sholeh juga mempertanyakan apa beda PPKM dengan PSBB.
"Apa bedanya sih PPKM dengan PSBB? Kerumunan tidak boleh, sekolah libur, ibadah wisata ditutup, tidak ada bedanya, cuma istilah saja."
"Rujukan hukum nggak ada, mestinya tetap pakai PSBB, ada cantolannya," ungkap Sholeh.
Tak sampai di situ, Sholeh juga mempertanyakan mengenai komando kebijakan.
"Kalau kita baca UU (Kekarantinaan Kesehatan), leading sector-nya itu Menteri Kesehatan (Menkes)," ungkapnya.
Baca juga: Tak Lagi Pakai Istilah PPKM Darurat, Luhut: Pakai Level Saja
Sholeh merasa heran mengapa tiba-tiba komando berubah di tangan Mendagri.
"Itu dari mana logika hukumnya, kedua kok tiba-tiba Menteri Kemaritiman dijadikan koordinator PPKM Darurat Jawa Bali."
"Kenapa bukan Menko Polhukam, Menko PMK, itu jauh lebih pas," ungkap Sholeh.
Diminta Gugat PPKM Darurat