News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi Statuta UI Disorot, Bambang Brodjonegoro: Bertepatan dengan Isu Rangkap Jabatan Rektor UI

Penulis: Lusius Genik Ndau Lendong
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Bambang Brodjonegoro menyebut revisi PP Statuta UI ramai disorot karena diundangkan bertepatan dengan kekisruhan terkait isu rangkap jabatan rektor universitas tersebut di media sosial.

Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia menjadi PP Nomor 75 tahun 2021 tentang Statuta UI disorot oleh masyarakat luas.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Bambang Brodjonegoro menyebut revisi PP Statuta UI ramai disorot karena diundangkan bertepatan dengan kekisruhan terkait isu rangkap jabatan rektor universitas tersebut di media sosial.

Baca juga: Statuta UI Diubah, Politikus PKS Sebut Pemerintah Makin Tidak Peka Etika Hukum

Demikian disampaikan Bambang dalam diskusi bertajuk 'Menimbang Revisi Statuta UI, Mengapa Harus Ada?' yang tayang di YouTube ILUNI UI, Sabtu (24/7/2021).

"Jadi memang ini masalah timing-nya yang kebetulan PP ini keluar ketika terjadi unsur keributan di media sosial yang tentunya melibatkan rektor UI," ujar Bambang.

Bambang lantas bertutur panjang mengenai pengalamannya sempat beberapa kali terlibat dalam proses merevisi Statuta UI.

Baca juga: Apresiasi Mundurnya Rektor UI dari Komisaris BRI, Ade Armando Desak Pemerintah Revisi Statuta UI

Awalnya dia menekankan bahwa proses revisi Statuta UI memakan waktu yang cukup panjang, baik dari segi administrasi, pembahasan, hingga akhirnya diundangkan.

"PP ini tidak dibuat mendadak. Karena saya juga tahu, sebagai yang pernah menjabat di pemerintahan 10 tahun, bikin PP apapun itu tidak ada yang cepat," ujar Bambang.

Bambang mengungkapkan, usulan melakukan revisi Statuta UI diajukan pada akhir 2019.

Yang mengajukan usulan tersebut adalah empat organ universitas yaitu Majelis Wali Amanat (MWA) UI, Dewan Guru Besar (DGB) UI, Rektorat UI, serta Senat Akademi UI.

Empat organ UI saat itu melihat bahwa sistem anggaran dasar universitas terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan PTN lain yang setingkat.

"Saya menangkap nuansa bahwa mereka menginginkan statuta UI tidak berbeda terlalu jauh dengan statuta dari PTN yang lain," kata Bambang.

Bambang Brodjonegoro Tegaskan Revisi Statuta UI Tidak Dibuat Mendadak, Diajukan Sejak 2019

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Bambang Brodjonegoro menegaskan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI menjadi PP Nomor 75 tahun 2021 tentang Statuta UI tidak dibuat mendadak.

Hal tersebut disampaikan Bambang menanggapi maraknya isu yang menyebut revisi pada PP tersebut dilakukan secara mendadak dan terburu-buru.

Baca juga: Statuta UI Izinkan Rektor Rangkap Jabatan, Ini Tanggapan Mendikbudristek Nadiem Makarim

"Yang harus kita tekankan adalah bahwa PP ini tidak dibuat mendadak," ujar Bambang dalam diskusi bertajuk 'Menimbang Revisi Statuta UI, Mengapa Harus Ada?' yang tayang di YouTube ILUNI UI, Sabtu (24/7/2021).

Bambang menjelaskan, berdasarkan pengamatannya 10 tahun menjadi menteri, proses pembuatan PP tidak ada yang cepat.

Baca juga: Mendikbudristek Nadiem Makarim: Usulan Perubahan Statuta UI Sudah Sejak 2019

Kecuali PP yang memang amanat langsung dari presiden.

"Tapi PP yang boleh dikatakan bersifat teknis itu memang memakan waktu sangat lama. Lama dari segi administrasi, pembahasan, juga lama untuk sampai diundangkan," ujar dia.

Selain itu Bambang mengungkapkan, usulan melakukan revisi pada Statuta UI sebenarnya telah diajukan sejak akhir tahun 2019.

Pembahasan tentang revisi tersebut bahkan telah masuk dalam daftar PP yang akan dikerjakan oleh pemerintah pada 2020 lalu.

"Proses pengajuan revisi PP sudah mulai diajukan Akhir 2019, kalau tidak salah ketika MWA baru sudah terbentuk," kata dia.

"PP tersebut ada dalam daftar PP yang akan dikerjakan selama tahun 2020 pada waktu itu," katanya lagi.

Polemik Rangkap Jabatan Rektor UI, Begini Proses Revisi PP Statuta UI

Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 tahun 20213 diubah menjadi PP Nomor 75 tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia(UI) menuai kritikan luas. 

Pasalnya, PP yang baru memungkinkan rektor UI menjadi komisaris di BUMN, sementara dalam PP yang lama rektor dilarang menjabat di BUMN atau BUMD.

Perubahan PP tentang Statuta UI melalui sebuah proses yang panjang hingga akhirnya diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga: Mundurnya Rektor UI dari Wakil Komisaris BRI Diharap Jadi Penegasan Sikap UI Kembali ke Pendidikan

Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI, Saleh Husin menjelaskan proses revisi PP itu sudah berlangsung sejak 2019.

Proses itu dimulai dengan menampung usulan dari empat organisasi di UI, yakni Majelis Wali Amanat UI, Dewan Guru Besar (DGB), Senat Akademik (SA), dan Eksekutif/Rektorat.

Masing-masing organisasi mengusulkan substansi perubahan Statuta UI.

Masukan dari setiap organisasi itu kemudian dibahas oleh tim kecil yang dibentuk oleh rektor untuk menyinkronisasi substansi perubahan dalam daftar inventarisasi masalah.

Tim kecil ini bekerja selama dua bulan.

“Kalau tidak salah, pada April 2020 dibentuk tim kecil, tetapi seingat saya pada Maret 2020 atas inisiatif DGB, tim kecil ini sudah mulai rapat. Di tim kecil itu niatnya untuk memformulasikan masukan setiap organ, tetapi tidak pernah match. Akhirnya mentah dan balik ke masing-masing organ untuk dibahas lagi dan penambahan masukan," ujar Saleh, dalam keterangan yang diterima, Jumat (23/7/2021).

Baca juga: Apresiasi Mundurnya Rektor UI dari Komisaris BRI, Ade Armando Desak Pemerintah Revisi Statuta UI

Tim yang bekerja dua bulan itu bubar pada Juni 2020 dan pembahasan pun sempat vakum.

Namun, akhirnya dibentuk tim kecil kedua pada September 2020 yang berisi 12 orang yang merupakan perwakilan dari masing-masing organisasi.

Mereka adalah Ari Kuncoro, Agustin Kusumayati, dan Abdul Haris yang mewakili Eksekutif. Lalu, Bambang PS Brodjonegoro, Yosi Kusuma Eriwati, dan Fredy Buhama Lumban Tobing mewakili MWA; Harkristuti Hakrisnowo, Lindawati Gani, dan Ine Minara S Ruky (DGB); serta Nachrowi Djalal Nachrowi, Frieda Maryam Manungsong Siahaan, dan Surastini Fitriasih (SA).

"Setelah itu, berproseslah mereka (tim kecil kedua), tetapi tidak juga menghasilkan sinkronisasi dan kesimpulan. Tim kedua ini akhirnya bubar karena hanya diminta bekerja selama dua bulan," ucap Saleh Husin yang juga mantan Menteri Perindustrian itu.

Proses pembahasan usulan revisi berlanjut di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

Rapat digelar oleh Kemdikbud dengan menghadirkan perwakilan dari masing-masing organisasi UI, yaitu Eksekutif, MWA, DGB, dan SA.

"Mereka hadir untuk menyampaikan masukan-masukan, termasuk juga Bambang Brodjonegoro mewakili MWA, yang waktu itu masih sebagai menteri. Namun, dalam rapat tersebut juga tidak ada titik temu. Masing-masing mempertahankan masukan mereka," cerita Saleh Husin.

Ari Kuncoro saat presentasi tujuh besar calon Rektor UI di Kampus UI Salemba, Gedung Pascasarjana, Kamis (19/09/2019). (ui.ac.id)

Pembahasan tentang perubahan Statuta UI mandek lagi sampai akhirnya Kemdikbud mengundang berbagai menteri terkait, yakni Menkeu, Menkumham, Mensesneg, Menko PMK, Menteri PAN dan RB, serta dari pihak UI.

Kehadiran perwakilan UI kali ini bukan dari organisasi, melainkan UI sebagai institusi, dalam hal ini rektor dan dapat diwakilkan oleh rektor.

Pembahasan revisi PP tentang Statuta UI itu berjalan lancar hingga naskah final revisi PP itu sampai di meja Presiden Jokowi.

“Jadi, semua sesuai mekanisme dan tata aturan yang berlaku. Ini sudah menjadi keputusan dan sudah diteken Presiden, tentu kita menghormati keputusan itu. Dalam hal ini, MWA diamanahkan membuat aturan turunannya," ujar Saleh. 

Saleh Husin menjelaskan, ada banyak hal yang berubah di dalam PP itu, tetapi yang menuai perhatian adalah Pasal 35 huruf c.

Pada PP lama, yakni PP Nomor 68 Tahun 2013, pasal itu berbunyi, “Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta”.

Kemudian, pada PP yang baru, yakni PP Nomor 75 Tahun 2021, bunyi Pasal 35 huruf c diubah menjadi, "Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta".

Baca juga: Fadli Zon Desak Pemerintah Cabut Aturan Rektor UI Bisa Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BUMN

Saleh Husin mengatakan, dalam pandangan MWA, Pasal 35 huruf c pada PP yang lama multitafsir sehingga perlu dibuat lebih jelas. Sebab, ujarnya, definisi pejabat seperti yang ada di PP 68/2013 sangat luas.

"MWA menilai, yang namanya pejabat itu adalah orang yang day to day bekerja untuk perusahaan, yaitu jajaran direksi. Maka, pada PP yang baru diperjelas langsung direksi," ucap Saleh Husin. 

Pemahaman MWA itu sesuai dengan naskah hasil revisi yang diteken Presiden Jokowi pada 2 Juli 2020.

Terkait dengan keputusan Rektor UI Ari Kuncoro yang akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari kursi Wakil Komisaris Utama BRI, Saleh Husin enggan berkomentar banyak. 

"Tentu keputusan yang diambil Pak Rektor, kami apresiasi. Ini keputusan bijak, legowo dan harus dihargai," kata Saleh.

Laporan BRI perihal pengunduran diri Ari Kuncoro dari posisi Wakil Komisaris Utama (www.idx.co.id)

Dikatakan, MWA melihat statuta UI yang baru itu mengatur berbagai hal agar UI lebih cepat menghadapi tantangan global dan meningkatkan ranking universitas.

“Jadi, memang tentu perlu ada konsentrasi dan kerja keras dari Pak Rektor," kata Saleh Husin.

Seperti diketahui, Ari Kuncoro yang menjabat sebagai Rektor UI sejak 4 Desember 2019 sampai saat ini akhirnya memutuskan untuk mundur sebagai Wakil Komisaris Utama BRI.

Dia diangkat menjadi Wakil Komisaris Utama BRI berdasarkan Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 18 Februari 2020.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini