TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, membahas soal pengelolaan limbah medis Covid-19 yang mencakup Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Dalam rapat koordinasi yang digelar pada Kamis (29/7/2021), Luhut mengungkap adanya peningkatan limbah medis Covid-19 yang mencapai 18 juta ton pada Juli 2021.
"Peningkatan limbah B3 medis mencapai perkiraan 18 juta ton bulan ini, sangat membahayakan buat kita semua," kata Luhut, Kamis, dikutip dari maritim.go.id.
Baca juga: KLHK: Ada Lebih Dari 35 Kejadian Kedaruratan Limbah B3 di Indonesia Setiap Tahun
Baca juga: Aliansi Jurnalis Lingkungan Dukung PPLI Edukasi Limbah B3 ke Masyarakat
Untuk itu, Luhut meminta semua pihak segera menangani limbah medis ini.
"Kita butuh kerja cepat dan bantuan dari semua pihak, tidak ada waktu main-main, kita langsung eksekusi saja," tambah Luhut.
Dalam pengelolaan ini, Luhut meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), juga BUMN, untuk mencari penyedia teknologi pengelola limbah yang memenuhi standar.
Menurutnya, untuk menurunkan laju limbah B3 medis secara cepat, perlu pemanfaatan dengan menggunakan alat pengolahan seperti Insinerator, RDF maupun Autoclave.
Luhut mengimbau kepada BUMN, seperti PT Pindad untuk mengerahkan unit-unit insineratornya, termasuk meningkatkan percepatan industri lainnya seperti RDF.
Sejalan dengan Luhut, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, turut menanggapi soal pengelolaan limbah medis, terutama limbah Covid-19.
La Nyalla berharap, instrumen untuk pengelolaan limbah medis dapat merata dimiliki semua daerah.
Baca juga: Limbah Medis Covid-19 Capai 18.460 Ton, Paling Banyak di Pulau Jawa
Akan lebih baik jika tiap daerah seperti kabupaten/kota dapat memilikinya.
Mengingat, limbah medis yang termasuk B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sangat berbahaya jika tidak segera dimusnahkan.
Namun jika tidak memungkinkan, La Nyalla mengatakan setidaknya setiap provinsi harus memiliki instrumen tersebut.
Mengenai jenis instrumennya, La Nyalla menyerahkan kebijakan seluruhnya kepada Kementerian Lingkungan Hidup.