"Segera dibangun alat-alat pemusnah limbah B3 medis di tiap kota atau kabupaten, minimal provinsi. Apakah memakai insinerator atau alat lain itu terserah pada Kementerian Lingkungan Hidup," kata La Nyalla, Minggu (1/8/2021), dikutip Tribunnews.com.
Pada kesempatan yang sama, La Nyalla mengusulkan limbah medis yang berpotensi untuk didaur ulang, sebaiknya didaur ulang menjadi produk baru.
Dengan catatan, tetap harus memperhatikan faktor keamanan dan dan kesehatan.
"Kalau memungkinkan didaur ulang, kenapa tidak. Justru lebih bagus, karena nantinya akan nilai tambah secara ekonomi," ujar La Nyalla.
Menurutnya, penanganan limbah medis khususnya Covid-19 tidak boleh dianggap sepele.
Penanganan limbah ini harus dikerjakan cepat, aman, dan efisien.
Baca juga: Sampah Limbah Medis Berserakan Pinggir Jalan di Kawasan Purwamekar Purwakarta
"Penanganan limbah medis Covid-19 tidak boleh dianggap sepele. Harus dikerjakan cepat, aman, dan efisien sebagai bagian penting dari upaya mengurangi penyebaran virus Covid-19 dan penyakit lainnya," kata La Nyalla.
Apalagi, kata La Nyalla, pemerintah telah menyiapkan dana Rp 1,3 triliun untuk pengelolaan limbah medis tersebut.
"Saya dengar pemerintah menyiapkan dana Rp 1,3 triliun untuk pengelolaan limbah B3 medis tersebut. Dengan dana sebesar itu penanganannya harus lebih sistematis dan tepat," ujar La Nyalla.
Sebagai informasi, berdasarkan catatan pemerintah pada 27 Juli 2021, jumlah limbah medis mencapai 18.460 ton.
Limbah itu antara lain berupa pakaian medis, sarung tangan, face shield, hazmat, Alat Pelindung Diri (APD), infus bekas, masker, botol vaksin, jarum suntik, alat PCR, antigen, dan alkohol pembersih swab.
Yang tak lain berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari rumah sakit, Puskesmas, RS Darurat Covid-19, wisma isolasi, tempat karantina mandiri, hingga uji deteksi maupun vaksinasi.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Chaerul Umam)