TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Katakan Tanpa Kata-kata (Say No Word) adalah pesan moral dari buku “JEJAK CINTA DI PAPUA: Potret Perjalanan Binmas Noken Satgas Nemangkawi 2018-2019”
Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama ini ditulis Brigjen Pol Eko Rudi Sudarto dan Kristin Samah.
Eko Rudi Sudarto pada saat ini adalah WaKapolda Papua dan sebagian hidupnya diabdikan di tanah Papua.
Sementara Kristin Samah adalah penulis buku dan sekaligus wartawan senior yang pernah berkarya di Suara Pembaruan dan Sinar Harapan.
Baca juga: Ada Novel dan Kumpulan Puisi, Ini 5 Rekomendasi Buku dari Harry Styles
Alumnus Lemahannas PPSA XXI dan Taprof Lemhannas RI Bidang Ideologi dan Sosial Budaya , AM Putut Prabantoro menuturkan buku tersebut bercerita tentang suka duka perjalanan Polri melalui Binmas Noken Satgas Nemangkawi yang mencintai masyarakat Papua meski berhadapan dengan berbagai tantangan dan ancaman.
Nemangkawi adalah nama asli dari Puncak Jaya, Pegunungan Tengah, Papua.
Kata “Noken” untuk menjelaskan spirit Polri dalam mengadakan komunikasi dan pendekatan hubungan dengan masyarakat Papua yang berpijak pada kearifan lokal (local wisdom).
Pemilihan noken sebagai nama Binmas untuk memaknai bahwa tas tradisional itu sebagai tempat untuk menampung segala aspirasi, usulan, keluhan dan permasalahan yang untuk kemudian dicarikan solusinya.
Cinta kepada Papua perlu pemahaman mendalam. Papua adalah satu-satunya tempat di dunia dimana dua peradaban yakni zaman purba dan zaman nirkabel (modern) bertemu.
Zaman purba ditandai dengan kehidupan honai, penggunaan kapak batu, panah, tombak dan tradisi bakar batu. Jangan heran jika suatu hari melihat orang mengenakan koteka tetapi pergi ke pasar dengan membawa handphone untuk berkomunikasi.
Baca juga: Para Tokoh Nasional Hadiri Peluncuran Buku Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa
Papua terdiri dari 257 suku bangsa yang terbagi dalam tujuh wilayah adat.
Meskipun merupakan kekayaan budaya, banyaknya bahasa sering menghambat komunikasi antar kelompok mengingat beda suku beda bahasa.
Wilayah geografis Papua yang ekstrim dan sulit terutama di Pegunungan Tengah yang dihuni dua pertiga Orang Asli Papua (OAP) dan tidak memiliki akses mobilisasi yang menghubungkan antar kelompok dan wilayah.
Anak-anak di wilayah ini adalah kelompok minoritas dan terisolasi.