"Tinggal nunggu beberapa hal, setelah itu akan saya sampaikan ke Kapolri," ujar Kepala PPATK Dian Ediana Rae.
Dian menjelaskan, kasus ini akan berdampak panjang terutama pada reputasi pihak yang diketahui mengeluarkan bilyet giro itu.
Dalam bilyet giro yang beredar, tertulis dana sumbangan sebesar Rp 2 Triliun dari sebuah bank pelat merah.
Dian menyebut, donasi yang diketahui saldonya tak cukup itu perlu diusut lebih dalam.
Sebab, diperlukan pembenahan dalam perundang-undangan terkait penerimaan dan pengelolaan keuangan.
"Ya dampaknya reputational risk kepada pihak-pihak terkait terutama bank yang mengeluarkan bilyet itu."
"Ini pembelajaran mahal agar kita membenahi peraturan perundang-undangan terkait penghimpunan, penerimaan, pengelolaan, dan transparansi sumbangan-sumbangan seperti ini," tutur Dian.
Sejak heboh sumbangan Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio, PPATK telah menaruh perhatian khusus.
Menurutnya, profil penyumbang dengan nilai nominal fantastis itu tak sesuai dengan jumlah yang akan disumbangkan. Termasuk adanya keterlibatan pihak penerima dari kalangan pejabat publik.
"Keterlibatan pejabat publik seperti ini memerlukan perhatian PPATK agar tidak mengganggu nama baik yang bersangkutan dan institusi kepolisian," ujarnya.
Hasil penelusuran PPATK pun menemui titik terang. Dian menyebut duit Rp 2 triliun yang disebutkan dalam bilyet giro itu tidak ada.
"Sampai kemarin, kami sudah melakukan analisis dan pemeriksaan, dan dapat disimpulkan kalau uang yang disebut dalam bilyet giro itu tidak ada."
"Kepolisian juga sudah melakukan pengecekan dan hasilnya benar, saldo donasi ternyata tidak sampai Rp 2 Triliun," tutup Dian.
Praktisi Hukum Abdul Fickar Hadjar menilai tidak hanya putri almarhum Akidi Tio, Heriyanti yang bisa ditetapkan tersangka dalam kasus hibah Rp 2 triliun yang diduga tidak ada.